Eksplorasi.id – Keputusan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menahan produksi minyak di Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu terus menuai kritik. Pasalnya, di tengah anjloknya lifting nasional saat ini, peningkatan produksi sangat dibutuhkan.
“Keputusan Amien menahan produksi Banyu Urip sangat blunder dan konyol. Amien berlindung di balik DMO Holiday dan jumlah cadangan Banyu Urip. Padahal, informasi yang dia peroleh sebagian besar salah besar,” kata sumber Eksplorasi.id yang enggan disebut namanya, di Jakarta, Senin (1/8).
Sumber mengatakan, Amien berpatokan bahwa cadangan minyak di Blok Cepu hanya berkisar 350 juta barel. Padahal, lanjut sumber, cadangan minyak di Banyu Urip bisa mencapai di atas 750 juta barel.
“Cadangan produksi 350 juta barel itu dengan asumsi pengeboran di tiga sumur, sementara saat ini sumur yang sudah dibor hampir mencapai 25 sumur. Jadi, tidak ada alasan bagi Amien untuk membatasi produksi,” jelas sumber.
Sumber berkomentar, apa susahnya bagi Amien membuka ‘kran’ meningkatkan produksi Banyu Urip menjadi 205 ribu hingga 215 ribu barel per hari (bph) dari saat ini dikisaran 185 ribu bph. “Itu semua demi keuntungan negara yang dalam hal ini diwakili Pertamina,” ujarnya.
Kemudian, lanjut sumber, terkait soal DMO Holiday, hitungan yang digunakan Amien adalah dengan cadangan 350 juta barel. “Jika Amien menggunakan asumsi cadangan 350 juta barel, maka pendapat Amien benar, sebab umur produksi puncak hanya dikisaran lima tahun, lalu menurun. Tapi ini cadangannya 700 juta barel. Dengan cadangan sebesar itu maka produksi puncaknya bisa tetap (flat) selama delapan tahun,” jelas sumber.
Sebelumnya, pada 6 Juni, Amien menulis 12 alasan melalui surat bernomor SRT-0325/SKKO0000/2016/S1 kenapa dirinya tidak menyetujui produksi Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu ditingkatkan melampaui 185 ribu bph.
Pada poin ketujuh Amien menulis, terkait pemberlakuan atas insentif DMO Holdiday untuk Lapangan Banyu Urip sampai masa commencement of full field production sebagaimana slide letter of PSC, dengan skenario memproduksikan Lapangan Banyu Urip pada laju alir yang lebih tinggi pada periode 60 bulan (DMO Holiday period), akan meningkatkan penerimaan bagian kontraktor atas DMO Fee.
Kemudian, tulis Amien, dari sisi bagian pemerintah, harus dialokasikan sejumlah dana untuk pemenuhan pembayaran DMO Fee tersebut pada tahun 2016 ini. Hal ini akan berpengaruh terhadap profil neraca penerimaan negara secara keseluruhan pada tahun 2016 sebagai dampak dari penurunan harga minyak.
Menurut sumber, PT Pertamina (Persero) saat ini sangat membutuhkan peningkat produksi minyak, dan hal itu bisa diperoleh melalui Lapangan Banyu Urip. “SKK Migas saat ini sedang dalam titik nadir karena dipimpin oleh orang yang tidak punya kapasitas di sektor migas, sehingga semua keputusannya sangat tidak bijak. Kasihan Pertamina,” katanya.
Informasi yang dihimpun Eksplorasi.id, Lapangan Banyu Urip merupakan lapangan minyak terbesar yang ditemukan di Indonesia dalam rentang waktu beberapa dekade terakhir dengan cadangan terbukti mencapai lebih dari 750 juta barel serta kandungan gasnya sebesar 3,31 kaki triliun kubik. Sementara, dilansir dari situs Kementerian ESDM, cadangan Banyu Urip ditaksir mencapai 445 juta barel.
Pada 2005, Pertamina EP Cepu (PEPC) dan ExxonMobil meneken kontrak PSC (Blok Cepu) yang berlaku selama 30 tahun yang kemudian diikuti oleh kesepakatan Joint Operating Agreement (JOA) untuk mengembangkan Lapangan Banyu Urip bersama-sama.
Proses pengembangan lapangan dibagi menjadi dua tahap dengan total jumlah sumur pengembangan sekitar 50 sumur. Pengembangan tahap satu sudah dimulai sejak 2008. Lapangan lain di sekitar Banyu Urip yang secara geologi memiliki struktur yang sama adalah lapangan gas Jambaran dan lapangan gas Tiung Biru.
Eksplorasi | Her