Eksplorasi.id – Hilirisasi dinilai menjadi faktor yang tidak menarik oleh pelaku pertambangan. Padahal, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya, mulai dari memberikan insentif, untuk mewujudkan program hilirisasi.
Hal itu diungkapkan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (7/11). Menurut dia, hilirisasi tidak mudak dilakukan.
“Hilirisasi tidak menarik. Kurang insentif atau apa itu kami tidak tahu. Persoalan lain terkait teknologi. Hingga kini Indonesia masih belum memiliki teknologi yang canggih dan mendukung dalam hilirisasi pertambangan di Indonesia,” kata dia.
Bambang Gatot menambahkan, hingga kini proses pengolahan mineral dengan kapasitas besar juga belum ada di Indonesia. Bahkan, lanjut dia, ironinya masih banyak pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) yang masih mangkrak dan melakukan ekspor mineral.
“Processing yang made in Indonesia yang mengolah (mineral) cukup besar itu tidak ada. Produk hasil smelting itu kita ekspor juga. Memang ada satu dua, seperti Krakatau Steel yang memproduksi stainless steel, tembaga. Tapi itu hanya 25 persen dalam negeri, sisanya ekspor, seperti anoda slime, bauksit nikel,” jelas dia.
Bambang Gatot berharap ke depannya, yakni pada 2025, sejumlah persoalan hilirisasi yang terjadi saat ini bisa terselesaikan. “Nantinya produk olahan dari smelter tidak lagi banyak dialokasikan untuk ekspor melainkan ke dalam negeri,” ujar dia.
Reporter : Diaz