EKSPLORASI.id – Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) memantau 55 perusahaan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang sudah menandatangani perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) namun belum mencapai kepastian pendanaan (financial close).
Adapun dari 68 PPA dengan total kapasitas sebesar 1.207 yang telah dibuat, baru 13 perusahaan yang telah menuntaskan financial close. Sebagian sudah masuk masa konstruksi.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pihaknya siap mengundang langsung perusahaan-perusahaan yang kesulitan dalam proses financial closing. Hal itu bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi secara langsung.
“Nanti 55 yang sudah PPA itu apakah pemerintah bisa bantu atau enggak. Nanti kita panggil mereka tanya apa kesulitannya,” ujarnya di kantor Kementerian ESDM, Rabu (10/01).
Rida menjelaskan para asosiasi pengembang listrik berbasis EBT tersebut sudah menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mereka mengungkapkan berbagai kesulitan yang dihadapi di lapangan, termasuk dampak dari Peraturan Menteri ESDM No. 50/2017.
“Setidaknya ada tiga hal yang yang terkait keluhan para pengusaha tersebut yang ditampung oleh pemerintah. Pertama, penetapan tarif yang ditetapkan maksimal 85% dari biaya pokok produksi (BPP) daerah setempat,” ucapnya.
Kedua, kata Rida, skema build, own, operate, transfer (BOOT). Ketiga, skema penetapan pengembang yang sekarang menganut sistem pemilihan langsung.
“Tiga isu itu yang masih kita tampung untuk kita carikan klausul yang terbaik untuk semuanya,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Listrik Tenaga Air (APLTA) Riza Husni mengatakan bahwa pihaknya sudah diminta Wakil Presiden untuk menyusun draf masalah di bidang EBT yang membuat investasi tertahan. Dia pun menyatakan masih berusaha meyakinkan Menteri ESDM Ignasius Jonan terkait masalah tersebut.
“Kita berusaha meyakinkan Pak Jonan bahwa PPA yang sudah ditandatangani kemarin tidak bankable. Kalau beliau ingin tunggu sampai terbukti gagal, artinya kita harus menunggu sampai akhir tahun,” katanya.
Wakil Menteri ESDN Arcandra Tahar pernah menuturkan akan membantu pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) yang kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank dalam negeri. Dia pun akan mengumpulkan para lembaga pemberi pinjaman internasional yang potensial.
Menurutnya, pinjaman dari luar negeri bisa diberikan dengan bunga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan dalam negeri. Bahkan, bisa di bawah 5%. Saat ini, lembaga pendanaan dalam negeri yang siap mendukung investasi pembangkit adalah PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
(SAM/Bns)