Eksplorasi.id – Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina diketahui tidak pernah menolak untuk membeli lifting dari produksi minyak Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu yang akan ditingkatkan.
Hal itu diungkapkan oleh pemerhati energi Fahmy Radhi. “Saya tadi langsung cek ke Daniel. ISC tidak pernah menolak, bahkan ISC akan menerima produksi Banyu Urip hingga 210 ribu barel per hari (bph),” ungkap dia kepada Eksplorasi.id melalui pesan WhatsApp Messenger, Minggu (18/9).
Daniel yang dimaksud oleh Fahmy Radhi adalah Daniel Purba yang kini menjabat sebagai senior vice president (SVP) ISC. Fahmy menambahkan, berdasarkan keterangan pihak ISC bahwa mereka tidak pernah menolak melainkan saat ini Banyu Urip belum bisa memenuhi peningkatan produksi tersebut.
“Sebab SKK Migas belum mengeluarkan izin produksi di atas 185 ribu bph. Sedangkan pembicaraan dengan Komisi VII DPR baru kesepakatan yang harus ditindaklanjuti dalam bentuk surat keputusan,” jelas dia.
Mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini menambahkan, dirinya sejak awal tidak yakin bila ISC menolak untuk membeli tambahan produksi dari Banyu Urip.
“Setahu saya ISC sudah melakukan prelift (permintaan awal pembelian produk migas untuk pengiriman bulan berikutnya, red) untuk Oktober 2016. Saya langsung melakukan check and recheck kebenaran informasi begitu mendengar soal katanya ISC enggan membeli tambahan produksi dari Banyu Urip,” jelas pria yang juga menjadi peneliti di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, ini.
Sementara hingga berita ini diturunkan Eksplorasi.id belum memeroleh jawaban resmi dari pihak ISC. Pesan WhatsApp Messenger yang dikirim ke Daniel Purba hanya dibaca saja namun tidak dibalas.
Sebelumnya sempat diberitakan bahwa ISC menolak membeli minyak dari rencana penambahan produksi (lifting) dari Banyu Urip. Bahkan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) yang langsung responsif begitu mendengar kabar bahwa lifting Banyu Urip akan ditingkatkan.
Baca juga :
Jika kabar ISC benar akan membeli tambahan lifting dari ISC seperti yang dikatakan Fahmy Radhi, maka kemungkinan besar Floating Storage and Offloading (FSO) Cinta Natomas akan beroperasi secara optimal.
FSO Cinta Natomas dioperasikan oleh Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB P-PEJ).
Kapal ini dibuat oleh Mitsubishi Heavy Industries Hirosima, Jepang. FSO tersebut memiliki gross tonnage sebesar 61.228,93 dengan net tonnage dan dead weight masing-masing 59.770 ton dan 143.391 ton.
FSO Cinta Natomas juga memiliki kapasitas kargo sebesar 162.455 meter kubik atau setara 1.028.096 bbls dengan jumlah tangki masing-masing 12 tangki plus satu slop tank.
Selama ini FSO Cinta Natomas ‘hanya’ menjadi tempat penampungan sementara minyak mentah sekitar 50 ribu bph produksi dari beberapa lapangan, yaitu JOB PPEJ (Sukowati dan Mudi), PEPC (Banyu Urip), dan Pertamina EP Asset-4 (Tiung Biru dan Cepu).
Di satu sisi, selama ini lifting Banyu Urip sepenuhnya masuk ke FSO Gagak Rimang yang dioperasikan oleh EMCL. Penggunaan FSO Gagak Rimang diresmikan sekitar akhir 2014. Bayangkan, kapasitas yang ditampung FSO Gagak Rimang saat ini saja sudah lebih tiga kali lipat dibandingkan dengan FSO Cinta Natomas.
FSO Gagak Rimang semula merupakan kapal tanker minyak berjenis very large crude carrier (VLCC) yang kemudian dikonversi menjadi Kapal Fasilitas Penyimpanan dan Alir-Muat Terapung atau yang disebut sebagai EPC-4.
Kapal FSO berbendera Indonesia ini dibangun sejak 2012. Proyek konversi senilai USD 298 juta ini memiliki daya tampung 1,7 juta barrel, yang dikerjakan oleh PT Scorpa Pranedya yang bermitra dengan Sembawang Shipyard di Singapura.