Eksplorasi.id – Wacana pembentukan holding BUMN energi menimbulkan pro dan kontra. Perintah Presiden Joko Widodo untuk membentuk holding BUMN di berbagai bidang pun telah direspon sangat cepat oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.
Fahmy Radhi, peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, mengatakan, dengan gerak amat cepat, Rini Soemarno mengawali pembentukan holding BUMN di bidang energi.
“Bahkan, Rini Soemarno telah menetapkan target pembentukan holding BUMN energi paling lambat Juni 2016 mendatang. Entah lantaran gerak cepat tersebut, menteri BUMN tampak tidak punya konsep dan tujuan yang jelas dalam pembentukan holding BUMN energi,” kata Fahmy dalam pesan tertulis yang diterima Eksplorasi.id, Rabu (25/5).
Fahmy menjelaskan, konsep holding BUMN energi, yang seharusnya mensinergikan seluruh BUMN energi, kemudian hanya disimplifikasi dengan menjadikan PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan holding, yang akan ‘mencaplok’ PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk.
Demikian juga dengan tujuan pencaplokan tersebut, lanjut dia, dinilai terlalu naif, lantaran hanya dimaksudkan untuk memperbesar akumulasi aset Pertamina, sehingga memudahkan bagi Pertamina dalam mencari tambahan utangnya.
“Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk mewaspadai pembentukan holding BUMN energi yang tidak jelas konsep dan tujuannya,” tegas dia.
Fahmy menambahkan, pihaknya berharap secepatnya Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada Menteri BUMN Rini Soemarno untuk melakukan sejumlah hal terkait holding BUMN energi.
Pertama, membentuk holding BUMN Energi dengan mensinergikan seluruh BUMN energi yang terdiri atas BUMN migas, minerba, energi terbarukan dan listrik. Kosep holding BUMN energi dibentuk bUkan semata-mata Pertamina mengakuisisi PGN.
Kedua, membentuk holding BUMN energi, yang diawali dengan proses sinergi diantaranya BUMN energi sejenis melalui proses merger. Perusahaan hasil merger BUMN sejenis itu dijadikan anak perusahaan dari holding BUMN energi yang akan dibentuk.
Ketiga, membentuk BUMN baru, 100 persen saham dikuasai negara, yang akan bertindak sebagai holding BUMN. Bukan dengan menunjuk Pertamina sebagai holding BUMN, lantaran terlalu berat bagi Pertamina untuk menjadi holding BUMN, sekaligus sebagai pelaku bisnis migas di hulu dan hilir, yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Aditya