Eksplorasi.id – PT Pertamina (Persero) berpotensi mengalami kerugian hingga Rp 23,47 triliun terkait kebijakan harga BBM yang diterapkan pemerintah.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, potensi kerugian itu salah satunya di antaranya karena kebijakan Pemerintahan Joko Widodo membatalkan kenaikan harga BBM subsidi jenis Premium pada Rabu (10/10).
Menurut dia, sejatinya harga keekonomian Premium pada Oktober 2018 adalah Rp 9.991,70 per liter, sementara harga jual Premium saat ini masih Rp 6.550 per liter.
“Secara matematis, untuk Premium kerugian yang dialami Pertamina per liternya adalah Rp 9.991,70 dikurangi Rp 6.550 menjadi Rp 3.441,70,” kata dia di Jakarta, Kamis (11/10).
Dia menambahkan, sementara untuk BBM jenis Pertalite, semestinya harga keekonomian saat ini berada di kisaran Rp 10.100 per liter.
“Dengan harga jual saat ini, rugi yang dialami Pertamina untuk Pertalite per liter sekitar Rp 2.300, dihitung dari Rp 10.100 dikurangi harga jual saat ini Rp 7.800,” ujar dia.
Kemudian, lanjut Yusri, untuk Solar yang masih menerima subsidi Rp 2.000 per liter, Pertamina masih tetap mengalami kerugian sebesar Rp 2.840 per liter.
“Hitungannya, harga keekonomian Solar semestinya Rp 9.990 per liter dikurangi Rp 2.000 lalu dikurangi lagi harga jual saat ini Rp 5.150,” jelas dia.
Komentar Yusri, berdasarkan asumsi tiap bulan Pertamina menyediakan Premium sebanyak satu juta kiloliter (kl), Pertalite 400 ribu kl, dan Solar 1,3 juta kl diseluruh Indonesia, maka untuk tiga bulan ke depan akan diperoleh potensi kerugian Pertamina Rp 23,471 triliun.
Rinciannya, untuk Premium (selama tiga bulan) dikalikan satu juta kl dikalikan lagi Rp 3.441,70 per liter menjadi Rp 10,325 triliun.
Lalu, total kerugian Pertalite mencapai Rp 2,07 triliun, dengan asumsi perhitungan konsumsi tiga bulan dikalikan 300 ribu kl dikalikan lagi Rp 2.300 per liter.
Berikutnya untuk Solar rugi Rp 11,076 triliun dengan asumsi kuota tiga bulan dikalikan 1,3 juta kl dikalikan Rp 2.840 per liter.
“Potensi kerugian tersebut akibat kebijakan pemerintah yang diduga menyimpang dari Peraturan Presiden No 191/2014 dan Peraturan Presiden No 43/2018,” tegas dia.
Penjelasan Yusri, sebenarnya di dalam regulasi itu sudah diatur juga siapa yang berhak menentukan harga BBM tertentu bersubsidi dan penugasan, apakah menteri ESDM atau meneg BUMN.
“Apakah kebijakan ini bisa dikatakan wajar terkait dengan agenda Pilpres 2019? Kita semua harus mengawal jangan sampai Pertamina menjadi karam,” katanya.
Reporter: Sam