Eksplorasi.id – Pemerintah menyadari dampak yang disebabkan anjloknya harga minyak. Penerimaan dalam APBN turun drastis, terutama terhadap dana bagi hasil (DBH) migas ke daerah penghasil.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Staf Ahli Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas, Rudy Soeprihadi Prawiradinata di Jakarta.
Menurut Rudy, pada 2014 total DBH migas tercatat Rp 42,91 triliun, turun tajam menjadi Rp 14,09 triliun pada 2015.Turunnya pendapatan negara dari sektor migas mengancam program pemerintah.
“Pada 2016 pendapatan dari pajak turun signifikan. Anggaran pendidikan harus dikurangi Rp 6 triliun akibat pendapatan negara yang menurun,”ujar Rudy.
Pada saat ini tingkat RRR Indonesia masih di bawah 50 persen, dan mengakibatkanselisih antara pasokan dan permintaan akan semakin besar. Apalagi, ke depan produksi migas lebih besar dari pengeboran lepas pantai (offshore) yang biaya produksi jauh lebih mahal dibandingkan pengeboran darat (onshore). Rata-rata waktu yang dibutuhkan dari saat penemuan sampai produksi pertama meningkat secara drastis dari 5 tahun pada tahun 1970-an sampai lebih dari 15 tahun setelah tahun 2000-an. Ini mengakibatkan tekanan terhadap investor dan pelaku migas semakin tinggi untuk menjalankan kegiatannya di Indonesia.
Eksplorasi | Republika | Aditya