Eksplorasi.id-Bisnis pertambangan batu bara yang tengah merangkak naik membuat pengusaha kalangan atas mendapat penyegaran. Namun, sektor penopang ekonomi Kaltim ini dianggap belum bangkit sepenuhnya. Para pengusaha yang sempat vakum kini terkendala perpanjangan izin usaha pertambangan (IUP).
Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Samarinda (APBS) Eko Prayitno mengakui, bisnis batu bara kini memang mengalami kenaikan. Namun, situasi saat ini sudah terjadi banyak perubahan. Untuk membangkitkan lagi dunia pertambangan batu bara, geliat bisnis yang baru-baru saja naik ini belum mampu. Tak seperti pada masa kejayaannya dulu, kini gairah bisnis batu bara hanya mampu sekadar menggairahkan saja.
“Untuk kembali lagi bangkit, perlu biaya yang cukup besar. Bagi para pengusaha yang masih jalan namun terseok-seok, kondisi seperti ini merupakan penyegaran. Sebab, kenaikannya belum signifikan. Masih banyak pengusaha yang wait and see,” ungkap Eko, kemarin.
Dia membeberkan, masih banyak pengusaha batu bara yang saat ini hendak mencoba lagi, namun terkendala perpanjangan IUP. Yakni, mereka yang dulunya sudah sempat beroperasi, namun kemudian terhenti, bahkan gulung tikar, saat geliat batu bara melemah.
Diketahui, pemerintah pusat sebelum ini sempat mengeluarkan kebijakan untuk memoratorium perizinan IUP pertambangan batu bara. Moratorium tersebut berlaku untuk pemberian izin atau pembukaan lahan baru, namun IUP yang lama masih bisa diperpanjang, dan pengusaha batu bara masih bisa memperluas kegiatan penambangan selama izin dikantongi sebelum moratorium ditetapkan. Kebijakan tersebut dibuat bersamaan dengan momen saat nilai jual dan permintaan batu bara mulai semakin tak bersahabat.
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM sempat membeberkan datanya. Bahwa, hingga semester pertama 2016 terdapat 10.388 IUP dengan 4.023 di antaranya belum berstatus clean and clear (CnC) atau masih bermasalah.
“Jadi, dalam proses perpanjangan IUP tersebut masih terkendala dengan regulasi pemerintah. Sebab, ketika telah menutup tambang, keadaan jadi tak mudah. Banyak karyawan yang dirumahkan, bahkan berhenti, sehingga perlu proses lagi. Dan, peralatan pertambangan yang dulu ada, juga menjadi sumber kendala. Peralatan itu sempat diambilleasing, atau dijual, akibat tak ada kegiatan,” ucapnya.
Penyebab kenaikan harga batu bara ini, menurut Eko, banyak faktor yang memengaruhi. Salah satunya karena banyak industri di luar Tiongkok yang mengurangi penggunaan batu bara. Juga, Tiongkok sendiri mengurangi produksi batu bara karena ingin beralih ke energi yang ramah lingkungan.
“Kalau secara nilai, saat ini memang mengalami kenaikan. Permintaan memang ada pertambahan. Ini jelas permintaan dari luar negeri, tak mungkin dari dalam. Sebab, di domestik masih mengacu harga lama, dan tak ada alasan lebih kuat untuk lakukan permintaan,” paparnya.
Dalam momen ini, sambung Eko, permintaan buyer lebih banyak batu bara dengan kalori menengah, atau medium. Yakni, 4.500-5.000 gross as received (GAR). Sementara air dried basis (ADB)-nya adalah sekira 6.000. “Kalau dari lokal jumlahnya GAR 4200,” ungkap dia.
Eko menegaskan, kenaikan ini belum signifikan, namun dapat cukup menghibur penambang yang masih jalan. Dampaknya akan cukup terasa, tapi tidak untuk membangkitkan benar-benar geliatnya. “Tren penjualan batu bara saat ini masih sama seperti sebelumnya, langsung bakar saja. Sebab, biayanya mahal kalau mau diolah lagi menjadi bentuk lainnya. Semisal gasifikasi saja, perlu banyak biaya pendukung. Batu bara ini akan masih menjadi produk yang orisinal,” urai dia.
Diketahui, dirilis dalam portal www.minerba.esdm.go.id, harga batu bara acuan (HBA) penjualan langsung (spot) yang berlaku pada 1-31 Agustus 2016 pada titik serah penjualan secara free on board di atas kapal pengangkut (FOB vessel) adalah USD 58,37 per ton. HBA Agustus tersebut naik sebesar 10,1 persen atau meningkat USD 5,37 dibanding HBA bulan sebelumnya yang sebanyak USD 53. Hal ini merupakan persentase kenaikan HBA tertinggi pada lima tahun terakhir.
Dikutip dari Bloomberg 30 Agustus, harga batu bara kontrak pengiriman September 2016 di ICE Futures Exchange melesat 1,56 persen di level USD 68,00 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Bahkan dalam sepekan terakhir sebelumnya, harga batu bara melambung 1,79 persen.
Sementara itu, dari rilis data Customs Data Tiongkok periode Januari hingga Juli 2016, impor batu bara Tiongkok naik 6,7 persen menjadi 129,2 juta ton dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara impor Jepang Juli 2016 juga naik 11,4 persen menjadi 16,33 juta ton.
Reporter : Ponco