Eksplorasi.id – Kementerian ESDM di bawah Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan telah menfinalisasi revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 1/2014.
Aturan itu berisi tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Sebelumnya, regulasi tersebut memberikan relaksasi relaksasi ekspor konsentrat atau bahan tambang mentah hingga 11 Januari 2017.
Melewati batas waktu tersebut, mineral dan bahan tambang atau yang biasa disebut konsentrat yang akan diekspor harus melalui proses pemurnian. “Melalui revisi aturan ini, saya memperpanjang relaksasi ekspor konsentrat antara tiga sampai lima tahun,” kata dia di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/10).
Luhut mengatakan, selama masa perpanjangan relaksasi, diharapkan perusahaan tambang dapat memenuhi kewajibannya melakukan hilirisasi mineral di dalam negeri dengan menyelesaikan pembangunan smelter.
“Inti dari revisi PP No 1/2014 adalah keadilan. Jangan sampai ada yang dirugikan, tapi tentu tidak semua sempurna. Kalau dalam waktu lima tahun ke depan perusahaan tidak membangun smelter, kami akan cabut izin tambangnya,” tegas dia.
Menurut Luhut, perpanjangan izin ekspor tiga hingga lima tahun tersebut terhitung sejak revisi PP No 1/2014 diberlakukan. Adanya revisi aturan ini sebenarnya bertentangan dengan UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). UU itu saat ini juga sedang memasuki tahap amandemen.
“Kalau pun revisi UU Minerba terlambat, dengan PP ini kita tetap bisa jalan. Perusahaan yang belum selesai membangun smelter bisa tetap mengekspor konsentrat dengan membayar bea keluar (BK) seperti sekarang,” jelas dia.
Dia menambahkan, BK yang baru akan disusun bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Besarnya BK tergantung dari perkembangan smelter yang dibangun perusahaan.
“Perusahaan yang sedang membangun smelter kami berikan peluang relaksasi secara bertingkat sesuai progres pembangunan smelter. Angkanya nanti kami susun bersama Kementerian Keuangan,” ujar dia.
Luhut juga berkomentar bahwa tidak hanya konsentrat saja yang boleh diekspor. Dirinya juga membuka kemungkinan pembukaan keran ekspor beberapa jenis mineral mentah, misalnya biji nikel dengan kadar rendah. “Nikel yang kandungannya 1,8 persen ke bawah di dalam negeri tidak bisa diproses, mungkin kami pun akan pertimbangkan untuk bisa diekspor,” katanya.
Reporter : Ponco Sulaksono
Comments 1