Eksplorasi.id – Kehadiran perusahaan asal Singapura, Keppel Offshore & Marine, di kantor Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman pada Selasa (15/8) menimbulkan pertanyaan publik.
“Ada yang tidak beres dalam tata kelola migas di Tanah Air selama ini, baik di hulu dan hilir,” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman di Jakarta, Senin (28/8).
Seperti diketahui, para petinggi Keppel Offshore & Marine bertemu Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut Binsar Panjaitan.
Pertemuan itu juga dihadiri Direktur Pengadaaan Strategis PT PLN (Persero) Nicke Widyawati dan Dirjen Migas Kementerian ESDM Ego Syahrial.
Keppel Offshore & Marine dalam pertemuan itu menawarkan pasokan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) kepada pemerintah Indonesia.
LNG ini nantinya akan dipakai sebagai bahan bakar pembangkit listrik di beberapa wilayah Indonesia.
Menurut Yusri, kejadian itu akan dibaca publik bahwa sepertinya Luhut Binsar Panjaitan terkesan sudah tidak percaya lagi dengan kemampuan menteri ESDM dan wakilnya serta menteri BUMN dalam hal kemampuannya menyediakan harga gas murah untuk kebutuhan PLN dan industri lainnya.
“Padahal pada rapat koordinasi menteri Koordinator Perekonomian pada November 2016 telah dianalisa dan disimpulkan solusi dihulu dan hilir agar harga gas dihulu paling mahal USD 6 per MMBtu,” ujar dia.
Yusri menambahkan, berbagai skenario pun telah dibuat untuk kebutuhan tujuh industri yang bisa menciptkan percepatan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapat pajaknya.
“Publik juga akan menilai bahwa kedua BUMN yang selama ini ditugaskan oleh pemerintah, yaitu PT Pertamina (Persero) dan PT PGN Tbk (Persero) seakan tidak mampu memberikan dukungan penuh kepada PLN untuk memberikan kepastian pasokan gas dengan harga murah,” jelas dia.
Komentar Yusri, selama ini semua rakyat Indonesia paham bahwa Singapura tidak memiliki sumber migas.
Publik juga mahfum bahwa sudah puluhan tahun kebutuhan gas untuk industri dan rumah tangga di Singapura disuplai Indonesia dari Lapangan Grissik (Sumatera Selatan) dan Kepulauan Natuna lewat pipa bawah laut.
“Anehnya lagi, Keppel Offshore & Marine selama ini bergeraknya di bidang pelabuhan dan ajungan lepas pantai. Perusahaan itu sepengetahuan saya belum pernah punya rekam jejak dalam dunia perdagangan gas,” katanya.
Kemudian, lanjut dia, Keppel Offshore & Marine tidak pernah tercatat sebagai mitra rekanan di ISC Pertamina.
“Kejadian ini agak membingungkan sebagian pedagang gas internasional dan nasional,” ujarnya.
Di satu sisi, imbuh Yusri, sikap PLN yang berminat atas tawaran Keppel Offshore & Marine bisa sangat benar dengan alasan dapat harga gas murah dan bisa menurunkan biaya produksi, di mana akhirnya konsumen diuntungkan dengan harga jual listrik yang lebih murah.
Reporter : Sam