Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menyatakan sudah saatnya PT Pertamina (Perseroan) menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi seperti Pertamax Series.
“Sudah lama Pertamina menahan harga Pertamax Series, meski tekanan harga minyak dunia tinggi akibat konflik Timur Tengah, padahal di sisi lain SPBU swasta sudah beberapa kali menaikkan harga BBM,” katanya dikutip dari Antaranews, Senin (29/7).
Menurutnya, kondisi saat ini juga masih berat, termasuk nilai tukar yang berada pada kisaran Rp16.000/dolar AS. “Kurs sudah bergerak sekitar 5 persen makanya Pertamina layak menaikkan harga BBM non subsidi. Yang penting kenaikan tersebut tidak memberatkan masyarakat,” katanya.
Tauhid a menambahkan komposisi terbesar dalam menentukan harga BBM adalah harga ICP karena merupakan bahan baku. Jadi kalau harga ICP lebih tinggi dibandingkan nilai tukar maka harga ICP yang dominan menentukan harga BBM tersebut.
“Kalau keduanya bergerak naik (nilai tukar dan ICP), maka mempercepat penyesuaian harga BBM,” katanya.
Informasi saja, harga Pertamax dan sejenisnya tidak berubah sejak Februari 2024 meski harga minyak dunia mengalami kenaikan. Saat ini, harga jual Pertamax Series jauh di bawah BBM SPBU swasta, seperti Shell, Vivo dan BP.
Untuk RON 92, pada Juli 2024, Pertamina menjual Pertamax Rp12.950/liter. Sedangkan Super Shell Rp13.810/liter, Revvo 92 (produk Vivo) Rp13.600/liter, dan BP 92 Rp13.450/liter.
Sedangkan RON 95, harga jual BBM Pertamina (Pertamax Green) adalah Rp13.900/liter. Harga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Shell V Power) dan BP Ultimate (produk BP), masing-masing Rp14.700/liter. Begitu juga dengan Revvo 95 (dari Vivo) yang dijual Rp14.500/liter.
Sementara untuk RON 98, Pertamax Turbo dijual Rp14.400/liter. Harga tersebut jauh di bawah produk Shell, yaitu V Power Nitro yang dijual Rp14.930/liter.