Eksplorasi.id – Manajemen PT Pertamina (Persero) dan PT Medco Energi Internasional Tbk semestinya melakukan tender atau beauty contest ulang, begitu mengetahui terjadinya pembengkakan nilai investasi dalam proyek kilang gas alam cair (liquefied natural gas/ LNG) di Donggi Senoro, Desa Uso, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, di dalam proposal awal pihak Mitsubishi hanya memasukkan angka investasi sebesar USD 600 juta hingga USD 800 juta untuk membangun kilang LNG dengan kapasitas dua juta ton per tahun (million ton per annum/ MTPA).
“Faktanya, pembangunan kilang LNG di Donggi Senoro itu membengkak hingga mencapai USD 2,8 miliar atau setara Rp 36,4 triliun (kurs Rp 13.000), alias terjadi peningkatan nilai hingga 3,5 kali lipat. Ini sudah tidak wajar. Anehnya kepada tidak dilakukan beauty contest ulang, ini ada apa?” kata dia kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Selasa (7/3).
Yusri juga meminta pihak instansi terkait untuk melakukan pemeriksaan atau investigasi terkait ‘janji manis’ Mitsubishi lainnya yang tidak bisa ditepati.
“Mitsubishi mengklaim bisa memberikan potensi pendapatan ke pemerintah Indonesia dari sektor hulu sebesar USD 4,8 miliar, plus adanya struktur pengembangan LNG downstream (hilir), terdapat tambahan potensi pendapatan sebesar USD 2,8 miliar. Apakah klaim itu benar?” ujar dia.
Kemudian, lanjut dia, pihak manajemen Mitsubishi Corporation dalam proposal pengajuan menjadi mitra Pertamina dan Medco Energi pun mengklaim bisa menjual harga gas di level USD 6,16 per MMBtu pada JCC USD 70 per barel.
Yusri menambahkan, meskipun tidak menganut rezim cost recovery karena menggunakan model pengembangan usaha hilir, yaitu memisahkan kegiatan hulu pasokan bahan baku gas alam dari kegiatan hilir memproduksi LNG, namun proyek itu disinyalir telah melanggar tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/ GCG).
“Karena banyak kejanggalan, mesti dilakukan audit investigasi terhadap proyek kilang Donggi Senoro. Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, KPK, dan BPK mesti turun tangan, karena ada saham Pertamina di sana,” tegas dia.
Penegasan Yusri, jika kemudian setelah dilakukan audit investasi ditemukan kejanggalan dan kesalahan prosedur, maka harus ada sanksi keras terhadap penyelenggara tender tersebut, baik di pihak Pertamina maupun Medco Energi. “Dugaan mark up-nya terlalu besar sekali,” ujar dia.
Sekedar informasi, kilang Donggi Senoro saat ini dioperasikan oleh PT Donggi Senoro LNG (DSLNG), sebuah perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) patungan antara Pertamina, Medco, dan Mitsubishi yang didirikan pada 28 Desember 2007.
Semula, kepemilikan saham di PT DSLNG terdiri atas Pertamina Energy Services Pte Ltd (29 persen), PT Medco LNG Indonesia/ MLI (20 persen), dan Mitsubishi Corporation (51 persen). Kemudian, pada 7 Februari 2011, Pertamina Energy Services Pte Ltd mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
Lalu, pada 9 Februari 2011, langkah pengalihan saham ini dilakukan pula oleh Mitsubishi Corporation ke Sulawesi LNG Development Ltd, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh Mitsubishi Corporation sebesar 75 persen, dan Korea Gas Corporation 25 persen.
Selanjutnya, PT Medco LNG Indonesia mengurangi sahamnya menjadi sebesar 11,1 persen. Saat ini, kepemilikan saham PT DSLNG terdiri atas 29 persen dipegang oleh PHE, 11,1 persen oleh MLI dan 59,9 persen milik SLD.
Reporter : HYN