Eksplorasi.id – PT PLN (Persero) mengoperasikan sejumlah sejumlah pembangkit listrik melalui anak usahanya, PT Indonesia Power (IP). Situs resmi IP menyebutkan, perusahaan saat ini mengelola enam unit pembangkitan (UP) dengan total kapasitas terpasang sebesar 6.840,34 MW.
Rinciannya, UP Suralaya di Cilegon, Banten dengan total kapasitas terpasang 3.400 MW (PLTU) dan UP Saguling di wilayah Bandung, Jawa Barat dengan kapasitas 795,75 MW (PLTA).
Kemudian, UP Mrica di Banjarnegara, Jawa Tengah dengan kapasitas 309,74 MW (PLTA) dan UP Semarang di Semarang, Jawa Tengah kapasitas 1.469,16 MW (PLTU, PLTG, PLTGU).
Berikutnya, UP Perak dan Grati di wilayah Pasuruan, Jawa Timur yang berkapasitas 864,08 MW (PLTGU) dan UP Bali di Denpasar, Bali dengan kapasitas 427,59 MW (PLTD, PLTG).
Saat ini, publik tengah dihebohkan dengan adanya kasus di Lapangan Kepodang, Blok Muriah yang dioperatori oleh perusahaan migas asal Malaysia, Petronas Carigali Muriah Ltd. Perusahaan itu mengumumkan bahwa Lapangan Kepodang saat ini dalam kondisi kahar (government force majeure).
Padahal, gas dari Lapangan Kepodang menjadi bahan bakar utama disejumlah pembangkit listrik di Tambak Lorok, Semarang. Seperti PLTGU Tambak Lorok Blok I dan II dengan kapasitas masing-masing 3 x 109,5 MW dan 1 x 188 MW. Sejumlah pembangkit di Tambak Lorok tersebut masuk ke dalam pengelolaan UP Semarang yang kini mengelola 14 unit pembangkit.
Belasan pembangkit tersebut terdiri atas tiga unit PLTU, delapan unit PLTGU, dan tiga unit PLTG. Pembangkit itu dioperasikan oleh tiga sub unit, yaitu unit Tambak Lorok, Sunyaragi, dan Cilacap dengan kapasitas terpasang sebesar 1.408,93 MW.
Sekedar informasi, PLTGU Tambak Lorok pernah mengalami ‘mati suri’ atau terpaksa diputus matikan selama sekitar dua tahun, periode 2012-2014, saat Dahlan Iskan menjabat sebagai direktur PLN, karena ‘salah makan’ alias menggunakan BBM, karena tidak adanya pasokan gas.
“Pasca-2018, dengan ditetapkannya kondisi kahar pada Lapangan Kepodang yang baru berproduksi pada 2015 itu hanya mampu berproduksi sebanyak 116 MMscfd hingga 2018,” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Senin (14/8) malam.
Yusri menjelaskan, jika benar Lapangan Kepodang setop memproduksi gas pada 2018, dari kontraknya dengan PLN guna memenuhi kebutuhan PLTGU Tambak Lorok hingga 2026, kondisi tersebut sangat miris.
“Beberapa waktu, saat PLTGU Tambak Lorok beroperasi, pemerintah mengklaim bisa menghemat Rp 292 miliar per tahun. Kalau akhirnya setop produksi, potensi penghematan itu akan hilang selama delapan tahun atau sekitar Rp 2,34 triliun. Belum kerugian lainnya,” jelas dia.
Yusri berkomentar, keadaan tersebut harus menjadi perhatian pemerintah. Dia berharap nasib PLTGU Tambak Lorok dan investasi pipa Kalimantan Jawa tidak bernasib sama ketika pemerintah pada 1999 membangun pabrik Pupuk Iskandar Muda (PIM) 2 di Lhokseumawe, Aceh.
Perlu diketahui, pabrik PIM 2 pemancangan tiang pertama proyeknya dilakukan pada 25 Februari 1999. Namun, karena situasi keamanan tidak kondusif saat itu, proyek ini dihentikan pembangunannya sejak 18 Desember 1999 dan baru dimulai pembangunan kembali pada 3 Juli 2002.
“Ironisnya, PIM 2 setelah beroperasi terpaksa bernasib tragis karena dipaksa terkapar di atas lumbung gas yang dioperasikan PT Arun Natural Gas Liquefaction, karena tidak mendapat jaminan suplai gas untuk kebutuhannya,” ungkap Yusri.
Tambak Lorok Blok 3
Di satu sisi, pertengahan bulan lalu, tepatnya pada 14 Juli 2017, Direktur Utama Indonesia Power Sripeni Inten Cahyani pernah berkomentar, pembangunan PLTGU Tambak Lorok Blok 3 berkapasitas 779 MW di Semarang siap dimulai.
Tender proyek ini sebelumnya diikuti oleh 24 perusahaan dan kini konsorsium Marubeni, General Electric (GE), dan Hutama Karya berhasil memenangkan tender dan menggarap proyek ini.
Masa konstruksi proyek PLTGU Tambak Lorok Blok 3 terbagi ke dalam dua tahapan, dalam enam bulan pertama memastikan pendanaan proyek sampai terjadi kesepakatan alias financial close (FC) seiring persiapan lahan, kemudian 28 bulan berikutnya akan dilakukan konstruksi penuh, yaitu pada semester I-2020.
“Nilai investasi Rp 4,8 triliun, selesainya di 2020. Pasokan gas PLTGU Tambak Lorok Blok 3 nantinya akan dipasok dari Gundih dan Kepodang. Sumber gas untuk PLTGU Tambak Lorok Blok 3 sama seperti PLTGU Tambak Lorok Blok 1 dan Blok 2,” jelas dia.
PLTGU Tambak Lorok Blok 3 akan membutuhkan pasokan gas 90 billion british thermal unit per day (BBtud). Sehingga kebutuhan gas untuk ketiga blok di PLTGU Tambak Lorok nantinya mencapai 140 BBtud.
Reporter : HYN