Eksplorasi.id – Pemerintah dan DPR diminta segera menuntaskan pembahasan RUU Migas di dalam program legislasi nasional (prolegnas) dan segera mensahkannya menjadi UU Migas yang baru sebagai pengganti UU Migas No 22/2001.
Sekedar informasi, Prolegnas 2015-2019 adalah instrumen perencanaan program pembentukan UU yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis untuk periode 2015-2019.
Prolegnas 2015-2019 disusun oleh DPR periode 2014-2019 dan pemerintah. Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dilakukan dengan mempertimbangkan usulan dari fraksi, komisi, anggota DPR, DPD, dan/atau masyarakat.
Firlie Ganinduto, wakil ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Bidang Regulasi dan Kelembagaan Migas, mengatakan, RUU Migas sudah selayaknya menjadi skala prioritas yang mesti dibahas eksekutif dan legislatif.
“Selama ini banyak peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (Permen) yang tumpang tindih. Sinkronisasi kerap sulit dilakukan karena tidak adanya UU Migas yang baru. Jika ini dibiarkan berlarut, sektor migas kita akan semakin terpuruk,” kata dia di Jakarta, Jumat (21/10)
Firlie menegaskan, selama UU Migas yang baru belum diterbitkan, maka akan kerap terjadi konflik dan permasalahan di sektor migas, yang berujung kepada merosotnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Tanah Air.
Menurut Firlie, UU Migas yang baru harus bisa mengakomodir persoalan hulu dan hilir migas secara baik. Jika di dalam UU Migas yang baru nanti persoalan hulu dan hilir tidak bisa diakomodir secara tepat, maka bisa berdampak kerugian kepada bangsa ini.
“Misalnya soal hilir harus terakomodasi dengan baik. Kita semua sudah melihat bahwa tren ke depan bangsa ini akan terus menjadi net importir. Bayangkan kalau minyak di negeri ini sudah habis sama sekali dan kita harus 100 persen impor, maka perdagangan atau impor minyak harus juga diatur dengan baik dan dibuat fleksibel,” jelasnya.
Sebelumnya, pada Kamis (20/10) malam, pengamat energi Komaidi Notonegoro berkomentar, berlarutnya pembahasan RUU Migas diyakini karena banyaknya kepentingan di DPR.
“Namun, saya berharap pemerintah dan DPR segera menentukan deadline kapan seharusnya RUU Migas tersebut bisa disahkan menjadi UU,” kata dia.
Komaidi berkomentar, sejak mulai dibahas pada delapan tahun silam, pokok persoalan yang dibahas nyaris berkutat pada masalah yang sama.
Pri Agung Rakhamanto yang, pemerhati energi dari Universitas Trisakti, berpendapat, harus ada target kapan RUU Migas itu disahkan menjadi UU Migas.
“Jika tidak disahkan pada periode sekarang (2014-2019), maka akan makin panjang lagi ceritanya. UU Migas dibutuhkan sebagai payung hukum untuk memutuskan hal-hal strategis terkait migas,” tegasnya.
Reporter : Diaz