Eksplorasi.id – Kasus impor minyak Sarir plus Mesla dari Libya yang dilakukan Glencore plc, perusahaan asal Swiss, bila ada pengawasan intensif di dalam Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman di Jakarta, Jumat (30/9). “Kalau Pertamina serius mengawasi ISC, kasus Sarir dan Mesla pasti tidak akan terjadi,” tegas dia.
Pasalnya, imbuh Yusri, selama ini ISC dalam menjalankan impor maupun tender minyak tidak transparan.
Dia mencontohkan misalnya dalam setiap rencana pembelian minyak serta produk BBM yang dilakukan ISC tidak pernah diumumkan secara terbuka.
“Ini seperti kasus minyak Zatapi waktu masih ada Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Istilahnya Sarir dan Mesla itu seperti ‘Zatipu’ alias minyak yang dipasok secara tipu muslihat,” jelas dia.
Yusri menjelaskan, ISC dalam menjalan pola bisnisnya masih setengah terbuka. Sebab, tender yang dilakukan ISC tidak seperti lazimnya tender minyak kebanyakan.
“Saat dibuka penawaran harga, semestinya sesama kompetitor bisa saling mengetahui berapa masing-masing pihak menawar, meskipun penawaran via eletronik. ISC seharusnya membuat seperti layaknya bursa saham, di mana ada layar monitor yang semua orang bisa lihat,” ujar dia.
Kemudian, lanjut dia, setelah ada pemenang tender, ISC harus secara rutin merilis siapa pemenang tender, jenis minyak, volume yang akan disuplai, jadwal pengiriman, serta berapa harga yang dimenangkan.
“Kalau semua itu sudah dilakukan ISC, itu baru ISC sudah menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/ GCG) dan memenuhi UU keterbukan informasi kepada publik,” kata dia.
Keanehan lain yang kerap dilakukan ISC, menurut Yusri, ISC dalam membeli minyak selalu menyebut nama lapangan minyak. Padahal itu cenderung tidak fair.
“ISC misalnya selalu menyebut minyak Bonny light Afrika, Azery Azerbaijan, Trengganu Malaysia, dan Champion dari Brunei. Seharusnya disebut saja spesifikasi teknisnya sesuai kebutuhan kilang apakah itu minyak ringan (light crude), minyak menengah (light crude), atau tipe minyak berat (heavy crude) dengan batasan kandungan sulfurnya,” katanya.
Yusri berpendapat, jika menyebut nama lapangan tentu akan menguntungkan trading company yang mempunyai akses langsung ke perusahaan minyak negara alias national oil company (NOC).
“Padahal, kilang itu yang penting spesifikasi teknisnya. Coba anda lihat di situs pengolahan. Di sana jelas disebutkan kisaran spesifikasi teknis minyak yang dibutuhkan kilang,” ujarnya.
Reporter : Diaz