‘Eksplorasi kilang minyak baru memerlukan teknologi inovatif untuk mendapatkan data cepat dan akurat tentang lokasi cadangan minyak. Teknologi ini akan membantu mengidentifikasi sumber daya baru untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.’
Dalam episode terbaru podcast PolGovTalks Experts, Fatar Yani Abdurrahman, seorang pakar energi terkemuka, membahas aspek penting terkait ketahanan dan keberlanjutan energi di Indonesia. Diskusi ini memberikan wawasan tentang tantangan yang dihadapi dan solusi strategis yang diperlukan untuk masa depan energi yang berkelanjutan.
Fatar menekankan perlunya revolusi energi yang fokus pada peralihan ke sumber energi yang lebih hijau, mengingat emisi tinggi dari LPG. Cadangan gas yang menipis memaksa Indonesia mengimpor dan memberikan subsidi untuk memenuhi kebutuhan energi. Kebijakan pemerintah yang lebih strategis sangat dibutuhkan untuk mengatasi tantangan ini.
Menurut Fatar, Eksplorasi kilang minyak baru memerlukan teknologi inovatif untuk mendapatkan data cepat dan akurat tentang lokasi cadangan minyak. Teknologi ini akan membantu mengidentifikasi sumber daya baru untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.
“Distribusi gas yang tidak merata dan infrastruktur yang kurang memadai menjadi hambatan utama dalam produksi dan pengiriman gas. Gas adalah potensi energi terbesar di Indonesia, namun membutuhkan infrastruktur yang lebih baik untuk dimanfaatkan maksimal. Tren produksi menunjukkan penurunan ekspor gas sebesar 30%, sementara 70% gas diserap oleh industri domestik, menunjukkan perlunya perencanaan strategis.”
Fatar juga menekankan pentingnya transisi ke sumber energi yang lebih bersih untuk mencapai Net Zero Emission. “Gas berperan penting dalam memasak, transportasi, dan produksi listrik, mendukung transisi energi hijau. Produksi gas saat ini masih kekurangan 500-600 barel per hari. Gas dapat diubah menjadi biofuel, listrik, dan tenaga air, yang berpotensi menyebabkan kelebihan pasokan,” ujarnya.
Menurut Fatar, komunikasi efektif tentang insentif fiskal penting untuk transparansi dan pemahaman publik. SKK Migas memiliki divisi regional untuk mengelola komunikasi ini, namun bimbingan publik tetap diperlukan. Teknologi gas-to-liquid menawarkan alternatif yang lebih bersih dari bahan bakar fosil, solusi bagi yang belum siap beralih ke kendaraan listrik.
“Peningkatan infrastruktur gas memerlukan kebijakan nasional yang kuat dan perencanaan strategis. Pendanaan pemerintah (APBN) bisa digunakan jika menghasilkan pendapatan bagi negara. Keterlibatan sektor swasta dalam pengembangan infrastruktur juga didorong untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Ketidakseimbangan infrastruktur terlihat di Kalimantan Timur, di mana gas melimpah, dibandingkan dengan Kalimantan Barat yang menghadapi tantangan.”
Di akhir diskusi Fatar menyampaikan pendidikan publik sangat penting untuk transisi dari minyak ke gas, seperti peralihan dari minyak tanah ke LPG di masa lalu. “Masyarakat perlu diedukasi tentang manfaat dan ketersediaan gas untuk mempermudah transisi. Perubahan budaya ini harus didukung oleh infrastruktur yang baik untuk memastikan distribusi yang lancar dan merata,” pungkasnya.