Eksplorasi.id – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan terus menagih utang dari Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya yang mencapai Rp773,3 miliar, belum termasuk bunga 4,8 persen per tahun dan telah jatuh tempo pada 10 Juli 2019.
“Kedua perusahaan tersebut masih belum melunasi utang sehingga pemerintah akan terus melakukan penagihan,” kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Rionald Silaban, Jumat (30/4).
Jelasnya, Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya baru membayar utang kepada pemerintah sebesar Rp5 miliar. “Lapindo masih kita teliti. Pada dasarnya, apa yang ada di catatan pemerintah itu yang akan kita tagihkan,” kata Rionald.
Sebelumnya, Mantan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan, pembayaran utang dengan aset (asset settlement) tidak bisa dilakukan begitu saja. Pemerintah harus menilai apakah aset yang ada bisa dinilai atau tidak.
“Jadi kami masih mencoba menghimpun satu opini dari profesi penilai. Untuk membangun satu standar praktek, bagaimana menilai tanah yang kemudian kita enggak terlalu jelas juga batas-batasnya, karena sudah tertimbun lumpur,” ucapnya.
Pemerintah menunggu opini dari Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi) yang rencananya akan memberikan masukan kepada pemerintah pada pekan depan. Setelah itu, barulah bisa dilakukan penilaian jika memang asetnya masih bernilai.
“Kita cek nanti kalau aset itu ada nilainya, kalau ada itu ada nilainya, baru kita berbicara mengenai kemungkinan akan asset settlement. Saat ini saya belum mau mengatakan akan disetujui atau tidak asset settlement,” tandasnya.
Informasi, Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang ditunjuk BPMIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi di Indonesia. Saham Lapindo Brantas dimiliki 100% oleh PT Energi Mega Persada melalui anak perusahaannya yaitu PT Kalila Energy Ltd dan Pan Asia Enterprise.