Sudah hampir dua tahun program BBM satu harga berjalan. Namun, masih banyak publik yang belum tahu siapa sebenarnya orang yang bisa mengimplementasikan keinginan Presiden Jokowi itu soal program BBM satu harga?
Eksplorasi.id – Pemerintahan di bawah Joko Widodo-Jusuf Kalla resmi meluncurkan program BBM satu harga di Papua pada 18 Oktober 2016.
Berdasarkan hitungan PT Pertamina (Persero), perusahaan minyak negara itu akan rugi sekitar Rp 800 miliar per tahun jika di Papua diterapkan harga yang sama dengan di wilayah Indonesia lain.
Presiden Jokowi mengatakan, “Ini bukan masalah untung dan rugi. Ini masalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegas dia, saat itu.
Menurut Kepala Negara, jumlah Rp 800 miliar itu terserah dicarikan subsidi silang dari mana, itu urusan Pertamina.
“Tapi yang saya mau ada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga harganya sekarang di seluruh kabupaten yaitu Rp 6.450 rupiah per liter untuk premium,” jelas dia.
Kepala Negara menegaskan, Pertamina mampu mengemban tugas ini melalui efisiensi tanpa mengurangi keuntungan.
Terlebih bila mengingat kemudahan-kemudahan yang telah diberikan pemerintah kepada Pertamina dalam menjalankan bisnisnya.
“Sebagai BUMN, Pertamina juga sudah banyak memeroleh hak istimewa untuk berbisnis. Jadi wajar pemerintah memerintahkan untuk mengemban tugas mewujudkan keadilan di harga BBM,” terang dia.
Saat ini, sudah hampir dua tahun program BBM satu harga berjalan. Namun, masih banyak publik yang belum tahu siapa sebenarnya orang yang bisa mengimplementasikan keinginan Presiden Jokowi itu soal BBM satu harga?
Berdasarkan penelusuran Eksplorasi.id, orang itu adalah Ahmad Bambang, yang kini duduk sebagai komisaris Pertamina dan salah satu deputi di Kementerian BUMN.
Ya, dialah yang bisa mewujudkan program BBM satu harga yang sangat dibanggakan Presiden Jokowi sebagai perwujudan keadilan sosial.
Sebelum program itu diluncurkan, Ahmad Bambang juga sukses menelurkan inovasi lainnya, seperti Pertalite, Pertamax Turbo yang kini dikenal di Eropa dan menjadi BBM standard mobil balap Lamborghini.
Dia juga yang ketika menjabat sebagai direktur Pemasaran Pertamina melakukan penetrasi pasar pelumas dgn produk-produk unggulan Fastron Series Platinum dan Techno serta ekspansi ke luar negeri, dengan akuisisi fasilitas produksi di Thailand.
Kepada Eksplorasi.id Ahmad Bambang bercerita soal kronologis lahirnya program BBM satu harga. “Pak Jokowi waktu berkunjung ke Papua pedalaman bingung karena harga BBM sampai Rp 60 ribu per liter, bahkan sampai Rp 100 ribu per liter.000,” ungkap dia, belum lama ini.
Masalah harga BBM yang sangat tinggi juga dikeluhkan oleh Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Irianto Lambrie kepada Presiden Jokowi ketika kunjungan ke Provinsi Kaltara
Presiden, terang Ahmad Bambang, lalu menyampaikan ke Pertamina apakah bisa harga diturunkan menjadi sekitar Rp 15 ribu hingga Rp 20 per liter, sehingga tidak terlalu mahal, berbeda sekali dengan yang di Pulau Jawa.
Selaku direktur Pemasaran Pertamina saat itu, Ahmad Bambang yang bertanggung jawab dalam distribusi, penyediaan dan penjualan BBM seluruh Indonesia.
“Saya harus memeras otak mencari jalan keluar. Pada waktu itu lembaga penyalur BBM Pertamina untuk transportasi jalan raya ada dua macam, yakni SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) dan APMS (Agen Premium dan Minyak Solar),” jelas dia.
Menurut Ahmad Bambang, semestinya SPBU harus bisa disuplai dengan truk tangki, sehingga lokasinya relatif terjangkau. Jika tidak bisa disuplai dengan mobil tangki, maka itu sudah pasti adalah APMS.
Penjelasan dia, harga jual BBM di SPBU pasti bisa sama diseluruh Indonesia. Sedangkan harga jual BBM di APMS, pasti akan lebih mahal dari harga di SPBU karena ditambahkan ongkos angkut.
“Padahal, lembaga yang menyediakan BBM untuk daerah-daerah tersebut adalah APMS. Bahkan kemudian, untuk daerah-daerah yang belum layak didirikan APMS, para tengkulak membeli dari APMS yang kemudian dijual lagi ke masyarakat dan tentu saja harganya jadi sangat tinggi,” terang dia.
Penjelasan dia, langkah pertama yang dilakukan Pertamina kemudian memberikan subsidi angkutan BBM, sehingga harga jual di APMS sama dengan di SPBU. Itu berlaku untuk seluruh Indonesia.
“Artinya, semua transportir ke APMS dibayar oleh Pertamina. Selanjutnya, menghapus terminologi APMS, sehingga hanya ada satu lembaga, yakni SPBU. APMS disebut SPBU mini dengan dispenser yang sederhana,” ujar dia.
(Bersambung)
Reporter: HYN