Sudah hampir dua tahun program BBM satu harga berjalan. Namun, masih banyak publik yang belum tahu siapa sebenarnya orang yang bisa mengimplementasikan keinginan Presiden Jokowi itu soal program BBM satu harga?
Eksplorasi.id – Gelegar satu harga di Kabupaten Pegunungan Arfax, Papua Barat akan kalah jauh dibandingkan dengan Kabupaten Puncak atau Intan Jaya, karena lokasi lokasinya. Juga dibanding Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
“Selain karena lokasinya hanya bisa dengan pesawat, namun sekaligus untuk mematahkan fakta bahwa sampai sekarang masih belum pernah merasakan pelayanan BBM dari Indonesia. Mereka umumnya memeroleh BBM dari pedagang yang menyelundupkan dari Malaysia),” ujar Ahmad Bambang.
Akhirnya, lanjut Ahmad Bambang, pihaknya memilih lokasi di Kabupaten Krayan, Nunukan, Kaltara sebagai pilot project pertama dengan pesawat Air Tractor AT802 yang dipesan secara khusus dan harus datang duluan, serta menggunakan pilot warga asing dahulu sebelum pilot Indonesia siap.
“Target kami, sebelum 17 Agustus harus sudah operasi dan diresmikan sebagai hadiah dalam rangka Kemerdekaan RI ke 71, khususnya bagi masyarakat di Krayan dan secara umum di Provinsi Kaltara, karena program ini akan diteruskan ke lokasi lainnya,” terangnya.
Jadi, penjelasan Ahmad Bambang, Program BBM Satu Harga Nusantara sebenarnya sudah dimulai pada 10 Juni 2016 dengan diresmikannya APMS Krayan oleh Bupati Kaltara, Irianto Lambrie.
“Tapi secara nasional baru dicanangkan oleh Presiden Jokowi bersamaan dengan peresmian semnilan lokasi APMS/Jobber di Papua dan Papua Barat, yang dilakukan di Bandara Nop Goliat Dekai, Yakuhimo pada 18 Oktober 2016,” jelasnya.
Cerita Ahmad Bambang, seperti ditunjukkan dalam slide yang telah dipresentasikan kepada Presiden Jokowi, bahwa sebetulnya target operasional seluruh sembilan lokasi di Papua adalah Papua Barat adalah paling lambat 17 Agustus 2016 sebagai hadiah ‘keadilan sosial’ di Hari Kemerdekaan RI.
“Namun, target ini sedikit tertunda (molor) karena ada satu lokasi yang bupati dan orang-orang sekitarnya menghalang-halangi program ini. Bahkan di daerah-daerah yang sudah operasi juga terjadi gangguan suplai maupun gangguan dalam operasi penjualannya,” katanya.
Gangguan suplai, lanjut dia, terutama dari para tengkulak yang sebelumnya menikmati margin yang sangat tinggi. Gangguan penjualan terutama dari para penjual di pinggir jalan yang langsung menyerbu dan memborong BBM yang ada, sehingga masyarakat nantinya harus membeli dari mereka dengan harga yang tinggi.
“Menghadapi situasi demikian, Pertamina meminta bantuan Polri c.q Polda/Polres dan jajarannya, juga TNI c.q Kodam/Koramil dan jajarannya untuk membantu keamanan di suplai serta pengaturan penjualannya. Tanpa dijaga aparat, maka program ini akan bubar di jalan,” tegas dia.
Khusus untuk pembangunan APMS di Kecamatan Supaga, Kabupaten Intan Jaya, kata Ahmad Bambang, tidak bisa berjalan dengan baik karena tidak diberi izin oleh Bupati Natalis Tabuni karena pengaruh orang-orang pendukungnya yang memang memiliki bisnis di bidang ini.
“Bahkan beberapa kali perwakilan Pertamina datang untuk bertemu bupati guna menjelaskan program ini, tidak pernah diterima. Penjagaan pembangunan APMS oleh Polsek setempat juga diusir oleh para pendukung Natalis Tabuni,” jelasnya.
Masih cerita Ahmad Bambang, Pertamina selanjutnya juga meminta bantuan dari pimpinan partai politik di mana Natalis Tabani maju lagi dalam pilkada yang saat itu sedang berlangsung dan akhirnya dapat bertemu.
Setelah menerima penjelasan dari Pertamina, Bupati Natalis Tabani malah menggunakan Program BBM Satu Harga Nusantara ini sebagai salah satu program andalan dalam kampanyenya.
“Akhirnya APMS berhasil dibangun dan dioperasikan tepat ketika akan diresmikan oleh Presiden Jokowi, dan Natalis Tabuni akhirnya terpilih kembali,” terangnya.
Perlu diketahui, kondisi lapangan Kabupaten Intan Jaya saat itu yang sedang melaksanakan pilkada, sangat mencekam. Masyarakat dengan bebas berkeliaran membawa senjata tajam, bahkan senjata api.
Para pejabat Pertamina yang dikirim untuk bertemu bupati, tentu saja tidak bisa memaksa dengan kondisi yang demikian, karena dikhawatirkan akan memicu kerusuhan. Demikian juga dengan pembangunan APMS-nya, terpaksa dihentikan dulu sebelum keluar izin resmi dari Bupati.
Pendekatan melalui partai politik ternyata lebih tepat. Utusan bupati langsung mengabarkan kepada GM Pertamina setempat, kapan bisa bertemu bupati dan di mana.
Kondisi itu sudah sebuah kemajuan yang sangat berarti setelah sekian lama tertahan dalam situasi yang tidak jelas, apakah pembangunan APMS di Kecamatan Supaga ini bisa dilanjutkan atau tidak.
Paling tidak, ada harapan bupati akan memahami dan mendukung program ini. Dan ternyata benar, malah dijadikannya sebagai salah satu program andalan dalam kampanyenya di pilkada.
“Bagi Pertamina, hal itu tidak menjadi masalah karena Pertamina bukan organ politik. Sepanjang program pemerintah bisa berjalan dengan baik, itu sudah sebuah pencapaian yang luar biasa,” jelasnya.
Lalu, apa berikutnya? Ahmad Bambang berkisah, setelah Program BBM Satu Harga Nusantara dicanangkan Presiden Jokowi, maka selanjutnya Pertamina menyusun lokasi-lokasi, dimulai tingkat kabupaten, lalu tingkat kecamatan/distrik, di seluruh Indonesia di mana harga BBM-nya belum sama dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
Pertamina meminta bantuan para kepala daerah (gubernur dan walikota/bupati) untuk memberikan masukan lokasi-lokasi mana yang perlu dimasukkan dalam program BBM Satu Harga Nusantara.
Di Jawa dan Sumatera, ternyata masih banyak lokasi-lokasi di mana harga BBM belum satu harga, antara lain Pulau Karimun Jawa (di utara Rembang), Pulau Kangean (Utara-Timur Madura), dan Pulau Nias di Sumatera.
“Tentu saja juga di berbagai provinsi lainnya. Oleh karena itu, program BBM Satu Harga Nusantara diprioritaskan untuk daerah-daerah 3T (Terluar, Terdepan, Terisolir/Terdalam/tak terjangkau/remote area),” kata dia.
Sekedar informasi, dalam kurun 2017-2019 ditargetkan akan ada 150 titik penyaluran BBM satu harga. Saat ini, realisasinya telah mencapai 66 titik.
“Rinciannya, pada 2017 sudah terealisasi 54 titik, kemudian pada tahun ini, data per 20 Agustus, sudah terealisasi 12 titik dari target 67 titik,” jelas Ahmad Bambang.
Menurut dia, sisa 55 titik, sebanyak 46 titik akan beroperasi pada September 2018. “Sedangkan sembilan titik lainnya akan beroperasi pada akhir Agustus ini. Sementara pada 2019, ditargetkan akan ada 29 titik lagi, di mana sudah mulai proses agar bisa realisasi akhir tahun ini,” katanya.
(Tamat)
Reporter: HYN