Eksplorasi.id – PT Pertamina (Persero) selama periode program dari tanggal 27 April – 23 Mei 2020 konon memberikan diskon sebesar 30 persen untuk pembelian BBM jenis Pertamax series.
Namun, diskon yang diterima konsumen ternyata berupa cashback untuk masyarakat yang melakukan pembelian nontunai.
Adapun BBM jenis Pertamax Series yang memeroleh cashback adalah Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamina DEX, dan Dexlite.
Syarat lainnya, ternyata tidak semua SPBU Pertamina bisa melakukan layanan itu, hanya yang murni 100 persen dimiliki dan dioperatori langsung oleh Pertamina alias Corporate Owner Corporate Operate (COCO).
Kemudian, transaksi pun tidak bisa tunai, harus nontunai alias menggunakan LinkAja dari aplikasi MyPertamina. Ternyata yang di dapat konsumen tapi cashback saldo bonus LinkAja. Merepotkan!
Sekedar informasi, secara definisi diskon atau dahulu dikenal sebagai rabat yang artinya adalah potongan harga. Seorang konsumen dapat membeli suatu produk barang atau jasa dengan harga yang lebih murah dari harga yang sebenarnya karena harganya sudah dipotong.
Sementara cashback adalah penawaran di mana konsumen diberikan persentase pengembalian uang tunai atau uang virtual atau bahkan diberikan suatu produk tetapi dengan memenuhi syarat pembelian tertentu yang telah ditentukan oleh pihak penyelenggara cashback.
Secara garis besar, cashback biasanya memberikan keuntungan melalui kredit yang dapat dipakai untuk melakukan pembelanjaan berikutnya.
Sedangkan diskon memberikan keuntungan yang didapat dalam bentuk potongan pembayaran langsung, dan konsumen dapat melakukan pembayaran dengan harga yang sudah dipotong
Manajemen Pertamina pernah berkomentar, cashback saldo yang didapatkan yaitu sebesar 30 persen atau maksimal Rp 20 ribu per hari untuk transaksi 2.000 konsumen pertama per hari.
Versi Pertamina, program cashback ini diharapkan dapat meringankan beban ekonomi masyarakat yang sedang menghadapi pandemi Covid-19.
“Apanya meringankan, faktanya menyulitkan konsumen untuk melakukan pembelian demi dapat diskon yang ternyata cashback. Banyak masyarakat tertipu dengan program akal-akalan ini di lapangan. Ada syarat dan ketentuan yang berlaku,” kata Direktur Eksekutif Eksplorasi Institute Heriyono Nayottama, Minggu (3/5).
Korporasi kapitalis
Menurut Heriyono, Pertamina yang notabene adalah BUMN saat ini jelas nyata sekali bersikap layaknya korporasi kapitalis dengan menerapkan teori-teori Adam Smith.
Penjelasan Heriyono, Adam Smith popular ketika mencetuskan soal ‘Kemakmuran Negara’ (Wealth of Nations) dan kerap dihubungkan dengan keegoisan tidak terkontrol.
“Kondisi seperti ini sama seperti Pertamina, ketika negara seakan tidak berdaya mengontrol Pertamina. Peran Basuki Tjahaja Purnama sebagai komut pun omong kosong tidak berfungsi sebagai pengawas apalagi pengontrol kebijakan direksi,” tegas dia.
Keterangan Heriyono, apakah manajemen Pertamina tahu kesulitan petugas SPBU di lapangan yang langsung berhadapan dengan konsumen akibat adanya komunikasi atau pemahaman yang salah soal diskon atau cashback?
“Lihat saja dengan mata kepala sendiri, jika ternyata manajemen masih punya mata dan hati, selalu terjadi perdebatan antara petugas SPBU dengan konsumen di lapangan soal cashback berkedok kata diskon,” ujar dia.
Di satu sisi, lanjut Heriyono, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No 62.K/MEM/2020 tertanggal 28 Februari 2020 soal harga jual BBM dengan era regulasi di zaman menteri ESDM-nya Ignasius Jonan atau Sudirman Said napas dasarnya masih sama, yaitu rata-rata MOPS dan nilai tukar periode sebulan sebelumnya, bukan dua bulan sebelumnya.
Kata dua bulan sebelumnya hanya menggambarkan nama bulan yang diambil untuk periode harga yang mau diterapkan. Contohnya, harga untuk 1 Mei 2020. MOPS dan kurs rata-rata harusnya dari tanggal 25 Maret (dua bulan sebelum Mei) 2020 sampai dengan 24 April (satu bulan sebelum Mei) 2020.
Jadi, imbuh Heriyono, tidak ada yang berubah dari rata-rara dasarnya, yang berubah adalah cara perhitungannya. Kemudian, soal acuan nilai tukar rupiah adalah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) bukan terhadap dolar Singapura (SGD)
“Manajemen Pertamina di bawah Nicke Widyawati ketika di forum terbuka, apalagi saat bersama presiden, tidak bisa menggunakan perhitungan dengan kurs mata uang Singapura. Anehnya kenapa tindakan Nicke cs yang melanggar prosedur tersebut didiamkan? Ada apa dengan sosok Nicke?” ujar dia.
Penjelasan Heriyono, jika sebuah kalkulasi perhitungan terkait hajat hidup orang banyak misalnya seperti harga beras atau BBM tidak benar, bisa menimbulkan krisis politik yang berujung chaos atau kekacauan.
“Pejabat publik itu, jangankan regulasi seperti peraturan menteri atau keputusan menteri dilanggar, melanggar SOP (standar operasional prosedur) saja bisa dipidana,” ucap dia.
Nicke Widyawati dan bawahannya bisa dikenakan pasal di dalam UU No 20/2001 soal tindak pidana korupsi karena tidak menghitung dengan benar harga BBM sesuai Keputusan Menteri ESDM No 62.K/MEM/2020.
Salah satu bunyi pasal di dalam UU Korupsi adalah, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keungan negara atau perekonomian negara bisa dipidana.
Adapun unsur yang terpenuhi dalam kasus harga BBM Pertamina di bawah koordinasi Nicke sebagai dirut adalah setiap orang dalam hal ini dirut cs.
Kemudian, yang diuntungkan dalam hal ini korporasi melebihi dari yang ditetapkan permen yaitu 10 persen.
Lalu, penyalahgunaan yaitu tidak menggunakan data yang benar dengan regulasi yang berlaku.
Berikutnya pihak yang dirugikan, adalah perekonomian negara, yaitu kemampuan rakyat di atas harga wajar atau keekonomian.
Reporter : Sam