Eksplorasi.id – Kontribusi di sektor minyak dan gas (migas) masih relatif rendah terhadap deflasi (penurunan harga-harga), di mana dari deflasi mencapai 0,09 Persen. Deflasi sebagian besar adalah disebabkan andil tarif listrik yakni 0,14 persen, andil harga bawang merah 0,08 persen, andil harga daging ayam ras 0,05 persen, andil harga bbm bensin 0,04 persen, andil harga telur ayam ras dan andil cabai rawit 0,03 persen, serta tergantung pula dengan andil harga bayam, kol putih/kubis, tomat sayur, wortel, jeruk, bahan bakar rumah tangga, dan angkutan udara masing-masing 0,01 persen.
Hal tersebut seperti yang dipaparkan oleh Ketua Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno, Salamudin Daeng dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.
Menurut Salamudin, dengan demikian sangat direkomendasikan kepada Pemerintah untuk utamanya menurunkan Tarif Dasar Listrik (TDL), itu sejalan dengan menurunnya harga minyak dunia.
Namun sebaliknya, ungkap Salamudin, kenaikan (naiknya) harga miyak atau naiknya harga jual bbm telah memberi sumbangan relative besar terhadap kenaikan harga harga (inflasi).
Dirinya mencontohkan, index harga konsumen meningkat dari 6.79 per cent pada April, menjadi 7.15 % pada Mei dikarenakan pemerintah menaikkan harga BBM. “Dengan demikian direkomendasikan agar pemerintah menjaga stabilitas harga BBM dan tidak dipermainkan seperti YOYO,” tuturnya.
Oleh karena itu, Salamudin menegaskan, untuk menjaga stabilitas harga BBM dapat dilakukan dengan dua cara yakni memberikan subsidi melalui APBN, membentuk dana stabilitasi yang dikelola oleh badan usaha yang bergerak di sektor energi.
Cara yang ketiga, tambahnya, sebenarnya konsumsi Rumah Tangga adalah Sebagai Penyumbang Terbesar Terhadap PDB (Produk Domestik Bruto). Sebagian besar PDB Indonesia dikontribusikan oleh konsumsi rumah tangga yang mencapai 55,92 % (tahun 2015).
“Sebagian besar konsumsi rumah tangga adalah dikontribusikan oleh konsumsi bahan pangan atau makanan. Sehingga pemerintah harus nya fokus dalam memperbaiki struktur harga pangan,” katanya.
Demikian pula sumbangan terhadap ekspor. Ekspor migas pada Januari 2016 mencapai US$1,11 miliar atau turun 14,81 persen dibanding bulan sebelumnya.
Ekspor migas hanya menyumbangkan 10,54 % terhadap total ekspor. Sedangkan ekspor non migas mencapai 89,46 % (Peran terhadap Total ekspor Januari2016 dalam %).
Sehingga direkomendasikan agar migas difokuskan kepada ekonomi nasional, kecukupan energy dalam negeri bagi industri, trasportasi dan rumah tangga.
Indonesia tidak perlu memburu pasar ekspor, mengingat migas menyangkut hajat hidup orang banyak.
Sementara itu, ungkapnya, impor migas Januari 2016 sebesar US$1,22 miliar, turun 32,10 persen disbanding Desember 2015 (US$1,80 miliar).
Selama Januari–Desember 2015 impor migas mencapai US$24,61 miliar atau turun 43,37 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (US$43,46 miliar).
“Sehingga untuk ini sangat direkomendasikan agar Pemerintah membuat kebijakan untuk memperkuat industri migas dalam negeri dengan dukungan penuh pemerintah, memperkuat BUMN migas dan integrasi diantara BUMN migas,” pungkasnya.
Eksplorasi | Liputan6 | Aditya