
Eksplorasi.id – Pihak PT Pertamina EP Cepu (PEPC) memastikan kajian soal pengoperasian kembali jalur pipa minyak dari Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu ke FSO Cinta Natomas terus dilakukan.
“Setahu saya kajiannya sudah berjalan sekitar 90 persen. Namun, keputusan penggunaan kembali jalur pipa tersebut bergantung dari hasil studi yang dilakukan SKK Migas,” kata VP Legal and Relations PEPC Whisnu Bahriansyah di Bojonegoro, Jawa Timur, Jumat (18/8).
Seperti diketahui, saat ini ada jalur pipa minyak eksisting sepanjang sekitar 80 kilometer (km) dari Pad A’ Lapangan Banyu Urip ke FSO Cinta Natomas yang terbengkalai alias tidak dimanfaatkan.
Padahal, pipa tersebut dibangun dengan nilai investasi yang cukup besar, yakni lebih dari USD 70 juta.
Semula, pada 2009, PEPC melalui pihak ketiga, dengan mekanisme tender terbuka, membangun fasilitas transportasi minyak mentah dari Desa Gayam ke Desa Mudi.
Pipa tersebut dibangun dengan diameter 6 inch sepanjang 40 km dengan aliran kapasitas pipa sebesar 22 ribu barel per hari (bph) hingga 44 ribu bph.
Pembangunan pipa tersebut lengkap dengan tangki pengumpul minyak mentah (crude storage tank) dengan kapasitas sebesar 100 ribu barel.
Pada 2012, dikarenakan ada peningkatan produksi lifting PT Pertamina (Persero), pihak ketiga yang ditunjuk PEPC tersebut diminta kembali untuk membangun jalur transportasi pipa minyak mentah tambahan tahap kedua dengan kapasitas yang sama.
Ironi, setelah jalur pipa siap dioperasikan pada 2013, fakta yang terjadi adalah minyak mentah tidak dialirkan sama sekali ke jalur pipa tahap kedua tersebut.
Malahan minyak mentah yang melalui pipa tahap pertama diturunkan dari 24 ribu bph menjadi 16 ribu bph dan dialihkan ke PT Tri Wahana Universal yang bergerak di bidang pengolahan minyak mentah atas persetujuan Kementerian ESDM.
Belakangan, Komisi VII DPR mendesak pihak SKK Migas segera mengeluarkan izin penggunaan jalur pipa minyak yang menuju ke FSO Cinta Natomas tersebut.
Anggota Komisi VII DPR Joko Purwanto pernah berkomentar, penggunaan jalur pipa tersebut sebagai antisipasi menjadi secondary supporting alias sebagai back up.
“Sebab, harus dipahami juga pipa minyak yang mengalir dari Banyu Urip ke FSO Gagak Rimang sudah overload,” jelas dia, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, antisipasi diperlukan karena pipa minyak yang di bangun ExxonMobil Cepu Ltd dengan ukuran 1 x 20 inchi hanya terpasang satu pipa saja.
Menurut Joko, selama ini fasilitas produksi berupa pipanasi transportasi minyak mentah dengan kapasitas 44 ribu bph yang telah di bangun dari ‘Pad A’ ke FSO Cinta Natomas tidak diberdayakan sebagai back up.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha pun pernah menegaskan, Komisi VII DPR telah memberikan rekomendasi agar tidak semua minyak dari Banyu Urip dialirkan melalui pipa yang menuju ke FSO Gagak Rimang. “Tujuannya agar pipa yang ke FSO Cinta Natomas tidak idle,” kata dia.
Reporter : HYN