Eksplorasi.id – Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno dinilai tidak memahami apa yang diinginkan Presiden Jokowi Widodo (Jokowi), terkait kandidat yang cocok untuk mengisi kursi direktur utama (dirut) definitif PT Pertamina (Persero).
Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman kepada Eksplorasi.id di Jakarta, Senin (6/3).
Menurut Yusri, adanya penundaan proses penentuan calon tetap dirut Pertamina, atau dengan kata lain mendapat penolakan secara halus dari Presiden Jokowi, semestinya Menteri Rini bisa memahami apa yang diinginkan kepala negara.
“Lazimnya pada saat 2 Febuari 2017 ketika Rini melaporkan rencana pemberhentian dirut dan wakil dirut, biasanya sudah langsung dibahas dan ada sudah arahan presiden siapa yang cocok sebagai penggantinya,” kata dia.
Namun, lanjut Yusri, diduga Menteri Rini coba mengusulkan yang berbeda dengan kriteria yang telah diberikan oleh presiden. “Atau bisa jadi presiden mendapat bisikan maut dari pembisik untuk menolak nama yang sudah diusulkan Menteri Rini,” ujar dia.
Penjelasan Yusri, dengan adanya penundaan tersebut semestinya Menteri Rini mengevaluasi kembali seluruh direksi Pertamina yang sudah diangkat.
Yusri lalu mencontohkan adanya dokumen hasil asesmen alias uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap salah seorang direksi Pertamina yang dilakukan sebuah lembaga konsultan yang ditunjuk Kementerian BUMN telah memberikan rekomendasi ‘tidak layak’ sebagai calon direksi.
Baca juga:
“Anehnya oleh Menteri Rini pada 28 Nomber 2014 tetap mengangkat dan melantik sebagai direksi. Kabar yang beredar konon direksi tersebut adalah teman lama seorang menteri yang lagi menjabat saat pelantikan tersebut,” jelas dia.
Dia menambahkan, belakangan juga beredar kabar tidak sedap perihal pelantikan dua direksi baru untuk melengkapi struktur baru yang sempat kesohor pada Agustus 2016 dengan istilah ‘kudeta merangkat’.
“Adapun dugaan pelangaran yang telah dilakukan Menteri Rini saat itu bahwa kedua direksi baru yang diangkat itu tidak melalui proses asesmen yang merupakan syarat sudah baku untuk penentuan direksi BUMN.
“Sehingga agar informasi ini tidak berkembang liar dan merugikan nama baik direksi tersebut, Kementerian BUMN harus memberikan penjelasan secara benar dan transparan ke publik untuk menghindari stigma buruk bahwa pergantian direksi itu hanya kepentingan penguasa sesaat saja,” jelas dia.
Di satu sisi, penilaian Yusri, bahasa presiden bahwa perlu ada calon eksternal supaya ada keseimbangan bisa diartikan sebagai bahasa politik halus budaya Jawa.
“Karena dalam penentuan calon dirut bukan bicara soal internal dan eksternal, tetapi lebih persoalan kompentensi, integritas, moral, dan kepemimpinan,” katanya.
Reporter : Samsul