Eksplorasi.id – Manajemen PT Pertamina (Persero) dipastikan tetap mengikuti tender Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa 1. Hal itu ditegaskan Vice President for Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro kepada Eksplorasi.id melalui pesan tertulis yang dikirim melalui WhatsApp Messenger, Selasa (28/6).
“Kami tetap ikut tender sesuai rencana. Kami ikuti proses yang berlangsung secara baik dan transparan. Pertamina optimistis dapat mendukung PLN untuk menyukseskan program 35 ribu megawatt (MW) melalui konsorsium mumpuni yang merupakan para pelaku industri terbaik di bidangnya,” ungkap Wianda.
Ginanjar, Vice President Power & NRE Direktorat Gas, Energi Baru dan Terbarukan Pertamina, pun mengatakan hal serupa. “Sementara ini Pertamina masih ikut,” jelas dia kepada Eksplorasi.id.
Sebelumnya beredar kabar, salah seorang komisaris Pertamina, diduga meminta Pertamina untuk mundur dalam tender PLTGU Jawa 1. Dugaan tersebut dilontarkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman. Dia mengungkapkan, sebenarnya Pertamina memiliki keunggulan memenangkan tender tersebut dibandingkan kompetitor lainnya.
Pertamina diketahui mesti bersaing dengan sejumlah perusahaan atau konsorsium untuk memperebutkan proyek pembangkit listrik dengan kapasitas 1.600 megawatt (MW), diperkirakan menelan biaya sekitar USD 2 miliar, termasuk untuk pembangunan Floating Regasification Storage Unit (FSRU), tersebut.
Adapun yang menjadi pesaing Pertamina adalah, konsorsium PT Adaro Energy Tbk dengan anak perusahaan Temasek, Sembawang Corp. Adaro Energy diwakili oleh anak usahanya, PT Adaro Power.
Kemudian, konsorsium PT Medco Energi Internasional Tbk dengan Mitsui and Co, serta konsorsium PT Rukun Raharja Tbk bersama Mitsubishi dan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), anak usaha PT PLN (Persero). Sementara Pertamina berkongsi dengan Marubeni.
Diuntungkan Lokasi
Yusri menjelaskan, sesuai Request For Proposal (RFP) dari PLN yang dibuat konsultan Ernst & Young sebagai kuasa PLN untuk melelang pekerjaan PLTGU Jawa 1, rencana titik serah listrik bisa dilakukan di dua titik, yaitu Muara Tawar dan Cibatu Baru (dekat dengan Cilamaya, red).
“Dua titik serah ini telah mempertimbangkan efisien pembangunan PLTGU. Peluang lokasi ini sebenarnya sangat menguntungkan bagi konsorsium Pertamina, yakni bisa menggunakan Cilamaya untuk membangun PLTGU. Sedangkan bagi peserta yang lain, jika ingin membangun PLTGU tersebut di dekat Muara Tawar harus dengan cara mereklamasi Pantai Muara Tawar,” kata Yusri dalam pesan WhatsApp Messenger yang dikirim ke Eksplorasi.id, baru-baru ini.
Menurut Yusri, nilai proyek yang ditenderkan, ternyata termasuk ke dalam komponen biaya reklamasi. Sehingga, lanjut dia, ketentuan ini membuat peserta lain tidak akan bisa bersaing dengan konsorsium Pertamina.
“Tentu saja biaya yang ditawarkan konsorsium Pertamina akan jauh lebih murah dan lebih cepat membangunnya dibandingkan peserta yang lain, yaitu mampu beroperasi secara komersial (Commercial Operation Date/ COD) pada 2019 atau bahkan bisa lebih cepat dari jadwal proyek,” ujar dia.
Sementara pesaing yang lain, imbuh Yusri, seperti konsorsium Mitsubishi dan Rukun Raharja, Adaro dan Sembawang Corp, Medco dan Mitsui, serta lainnya baru mampu status komersialnya alias COD paling cepat 2020 dengan biaya yang jauh lebih mahal.
“Keunggulan Pertamina inilah yang kemudian ditakuti oleh peserta yang lain sebagai kompetitornya. Mereka (pesaing Pertamina, red) melakukan segala cara yang tidak etis dengan memperalat Kementerian BUMN melalui salah seorang komisarisnya untuk memaksa konsorsium Pertamina mundur dari kesertaannya dalam proyek ini yang rencana batas penawarannya dilakukan pada 25 Juli 2016,” ungkap dia.
‘Dipaksa’ Mundur
Yusri mengungkapkan, ada pihak yang tidak menginginkan konsorsium Pertamina terlibat dalam bisnis pembangkit tersebut dan ‘memaksa’ Pertamina untuk mundur sebagai peserta tender PLTGU Jawa 1.
“Salah satu caranya dengan menekan direksi Pertamina, ini dimulai dengan adanya perintah lisan dari salah satu anggota komisaris Pertamina, agar perseroan tidak usah ikut tender. Anehnya, komisaris tersebut menyatakan perintah itu diduga atas arahan Menteri BUMN Rini Soemarno,” ungkap dia.
Dia menambahkan, padahal sebelumnya Pertamina melalui keputusan dewan direksi (board of directors) sudah memutuskan untuk tetap maju dalam tender PLTGU Jawa 1, meski RFP dari PLN direvisi di tengah jalan dengan tidak memasukkan suplai gas alam cair (liquefied natural gas/ LNG).
Yusri menerangkan, suplai LNG merupakan kewajiban pemenang tender, yang dikenal dengan istilah lockin—tapi energi primer gas disediakan oleh PLN dan sudah dapat jaminan suplai LNG dari Blok Tangguh, yang mesti dipenuhi.
“Lucunya, kebijakan PLN sebagai sesama BUMN malah menutup peluang Pertamina, di mana sebenarnya Pertamina bisa lebih murah menawar dalam tender PLTGU ini. Persiapan Pertamina dalam tender PLTGU Jawa 1 sangat,” kata dia.
Pendapat Yusri, jika konsorsium Pertamina memenangkan tender tersebut, maka hal tersebut sangat baik bagi kepentingan korporasi selaku BUMN. Dan, imbuh dia, tentunya PLN bisa lebih murah membeli listrik hasil dari PLTGU Jawa 1.
“Kalau konsorsium Pertamina yang menang maka rakyat juga yang akan diuntungkan akibat efisiensi ini, karena selain sudah memiliki tanah, konsorsium Pertamina juga sudah ada jaminan suplai LNG yang lebih murah,” terang dia.
Yusri menegaskan, arahan yang merugikan konsorsium Pertamina tersebut patut diduga direkayasa oleh pesaing Pertamina yang berkolusi dengan salah satu komisaris Pertamina. “Mundurnya Pertamina dari PLTGU Jawa 1 bukan hanya merugikan Pertamina, tetapi juga merugikan negara, karena harus melakukan reklamasi dan keterlambatan COD satu tahun,” ujarnya.
Eksplorasi | Heri
Comments 3