Eksplorasi.id – PT PLN (Persero) saat ini dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt) direktur utama (dirut). Muhammad Ali dipercaya sebagai Plt dirut PLN setelah Dirut PLN Sofyan Basir ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap PLTU Riau 1.
Usai PLN dipimpin oleh Plt dirut, bisa jadi PT Pertamina (Persero) juga akan mengalami hal serupa. Pasalnya, Dirut Pertamina Nicke Widyawati ikut terseret dalam kasus tersebut. Saat ini posisi Nicke masih sebatas saksi dalam kasus tersebut.
“Kalau misalnya statusnya ditingkatkan (menjadi tersangka), bisa jadi Pertamina juga akan dipimpin oleh Plt dirut. Kalau ini sampai terjadi, akan ada sejarah baru bahwa dua BUMN energi strategis dipimpin secara bersamaan oleh Plt dirut,” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman di Jakarta, Selasa (21/5).
Bahkan, lanjut dia, sebelum status Nicke ditingkatkan, sebaiknya Nicke mengundurkan diri. “Sofyan Basir juga sebelumnya hanya sebatas saksi. Namun akhirnya KPK punya bukti lain yang menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka. Bukan tidak mungkin hal serupa terjadi sama Nicke,” jelas dia.
Menurut Yusri, status Nicke sebagai saksi dalam kasus suap PLTU Riau 1 sangat mengganggu konsentrasinya. Kondisi tersebut bisa berimbas pada kinerja Pertamina.
“Semestinya Nicke berjiwa besar dan tahu diri serta tidak memaksakan diri. Dia seharusnya mengajukan permohonan mundur, agar Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno bisa langsung mencari penggantinya, jadi tidak mendadak seperti yang terjadi di PLN,” jelas dia.
Sebelumnya, beberapa waktu lalu Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi juga mendesak agar Nicke segera mengundurkan diri.
“Gara-gara Dirut Pertamina Nicke Widyawati terus-menerus diperiksa KPK, mengakibatkan kinerja Pertamina sangat terganggu,” kata dia, pekan lalu.
Uchok bahkan meminta KPK untuk memeriksa Nicke tidak hanya sebatas saksi dalam kasus PLTU Riau 1 tapi juga untuk proyek lain yang ada di Pertamina. “Sebab pada semester 1/2018 saja ada 44 kasus dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 35 miliar dan USD 15 juta,” ujar dia.
Uchok menambahkan, jika ditotal, kasus di Pertamina pada tenggat waktu antara 2015-2018, ada 374 kasus dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 3,3 triliun dan USD1 miliar yang harus disidik oleh KPK.
“Presiden Jokowi bukan hanya harus memikirkan mengganti kabinet, tetapi lebih utama untuk segera mencopot dirut Pertamina agar perusahaan negara tersebut punya integritas dan dipercaya oleh publik,” tegas dia.
Sekedar informasi, saat proyek PLTU Riau 1 terjadi, Nicke menjabat sebagai direktur Pengadaan Strategis 1 PLN, berdampingan dengan Supangkat Iwan Santoso yang duduk sebagai direktur Pengadaan Strategis 2 PLN.
Di sisi lain, KPK telah memberi sinyal bahwa Sofyan Basir telah memerintahkan direksi PLN saat itu untuk memonitor proyek PLTU Riau 1. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pernah berkomentar, Sofyan Basir menyuruh salah satu direktur PLN saat itu untuk berhubungan dengan Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo .
“SFB (Sofyan Basir) menyuruh salah satu direktur PLN untuk memonitor karena ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau 1,” ungkap Saut, Selasa (23/4).
Reporter: Sam