Eksplorasi.id – Hari ini, Senin, 1 Januari 2018, tepat pukul 00.00 WITA, PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) resmi menjadi operator dari Blok Mahakam. PHM adalah anak usaha dari PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI). Sementara PHI merupakan anak usaha PT Pertamina (Persero).
PHM akan menggantikan posisi Total E&P Indonesie (TEPI) yang telah 51 tahun menjadi operator blok tersebut. Seperti diketahui, kontrak bagi hasil Blok Mahakam diteken pada 6 Oktober 1966.
Kontrak kemudian diperpanjang pada 30 Maret 1997 untuk jangka waktu 20 tahun hingga 31 Desember 2017. Kepemilikan Blok Mahakam selama ini dibagi oleh dua perusahaan asing, yakni dari Prancis, TEPI, dan Jepang, Inpex Corporation, masing-masing sebesar 50 persen.
Sejumlah sumber menyebutkan, TEPI didirikan selang dua tahun setelah kontrak bagi hasil Blok Mahakam diteken, yakni di Jakarta, 14 Agustus 1968.
Acara pergantian operator dan hak pengelolaan, berdasarkan informasi yang dihimpun Eksplorasi.id, berlangsung di Club House Gunung Utara, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Seremoni peralihan hak pengelolaan dan operator tersebut dihadiri oleh President and General Manager TEPI Arividya Noviyanto, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam dan Direktur Utama PHI Bambang Manumayoso.
Sejak dioperatori TEPI, kegiatan eksplorasi Blok Mahakam telah menghasilkan sejumlah penemuan cadangan migas dalam jumlah yang besar. Sebut saja di Bekapai pada 1972.
Kemudian, secara berturut hingga 1996 ditemukan cadangan migas di lapangan lainnya, seperti Handil, Tambora, Tunu, Peciko, Sisi, Nubi, dan South Mahakam yang baru mulai berproduksi pada 2013.
Pertamina sebagai operator baru Blok Mahakan, konon menyiapkan dana hingga USD 1,8 miliar atau setara Rp 24,3 triliun untuk mengelola Blok Mahakam. Sejumlah persiapan alih kelola telah disiapkan BUMN migas pelat merah tersebut.
Kredit Investasi
Pertengahan 2017, kala TEPI masih menjadi operator Blok Mahakam, perusahaan itu diketahui meminta investment credit (kredit investasi) sebesar 17 persen. Investment credit itu diajukan TEPI sebagai salah satu syarat terkait pengelolaan Blok Mahakam pasca-kontrak berakhir pada 31 Desember 2017.
Investment credit adalah pengembalian investasi melalui mekanisme cost recovery plus tambahan persentase sebesar 17 persen. Ilustrasinya, jika TEPI mengucurkan dana investasi USD 200 juta, maka investasi yang mesti dikembalikan negara ke TEPI sebesar USD 234 juta.
Alasan TEPI kala itu, besaran investment credit itu agar investasinya mencapai skala keekonomian. Syarat lain yang diajukan adalah, depresiasi yang dipercepat menjadi hanya dua tahun. Idealnya, depresiasi berjangka waktu lima tahun.
Lainnya, TEPI juga meminta harga migas yang dialokasikan khusus di dalam negeri (domestic market obligation/ DMO) disamakan dengan harga internasional, yakni memakai harga pasar. TEPI diketahui meminta hak kelola 39 persen pasca 1 Januari 2018 dengan menambah beberapa syarat juga.
Dana Segar
Di satu sisi, Pertamina diperkirakan akan meraup dana segar sekitar USD 1,35 miliar atau setara Rp 17,9 triliun (kurs Rp 13.300) ketika menjadi pengelola Blok Mahakam.
Dana tersebut akan diperoleh bila pemerintah Indonesia sepakat bahwa TEPI dan Inpex Corporation bisa kembali ikut mengelola Blok Mahakam.
Awalnya, TEPI dan Inpex berpeluang memiliki hak partisipasi (participating interest/ PI) sebesar 30 persen dengan mekanisme sharedown pascahabisnya kontrak dua perusahaan itu di Blok Mahakam.
Namun, belakangan TEPI dan Inpex mengajukan penambahan porsi saham di Blok Mahakam menjadi 39 persen. Pemerintah Indonesia diketahui telah menyetujui permintaan tersebut.
Sebelumnya pada 23 Mei 2017, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pernah berkomentar, TEPI dan Inpex akan penjadi pemilik 39 persen saham di Blok Mahakam mulai Januari 2018. “Mereka (TEPI) beli sudah mau 39 persen itu, tadinya mau gratis sekarang beli,” katanya.
Dana segar USD 1,35 miliar (Rp 17,9 triliun) yang akan diperoleh Pertamina tersebut sesuai valuasi aset Blok Mahakam. Berdasarkan data yang dihimpun Eksplorasi.id, valuasi nilai aset Blok Mahakam ketika kontrak berakhir, yakni pada 31 Desember 2017, ditaksir mencapai USD 3,45 miliar atau setara Rp 45,9 triliun.
Berarti 39 persen dari USD 3,45 miliar adalah USD 1,35 miliar. Data tersebut diperoleh dari SKK Migas yang memercayakan perhitungan tersebut kepada kepada dua perusahaan penakar aset, yakni IHS Vantage dan PetroPro, yang pernah dirilis pada awal 2016.
Sesuai perhitungan IHS Vantage dan PetroPro, total aset wilayah kerja yang yang ditaksir masih memiliki kandungan gas bumi 3,8 triliun kaki kubik ketika kontrak berakhir.
Angka valuasi tersebut jelas berkurang jika dibandingkan dengan valuasi yang terakhir dilakukan pada 31 Desember 2014 sebesar USD 4,79 miliar atau sekitar Rp 63,7 triliun akibat kegiatan produksi.
Jatah Daerah
Pada Juni 2017, Satuan Tugas (Satgas) Pengembangan Hulu Migas Kalimantan Timur (Kaltim) menetapkan persentase pembagian PI Blok Mahakam antara Pemprov Kaltim dan Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar).
Besarnya adalah, 66,5 persen untuk Pemprov Kaltim dan 33,5 persen sisanya untuk Pemkab Kukar. Penetapan pembagian PI 10 persen yang diterima Kaltim ini sekaligus menggugurkan skema bagi hasil dalam Surat Kesepakatan Bersama (SKB), yang ditandatangani Gubernur Awang Faroek Ishak dan mantan Bupati Kukar Rita Widyasari.
Diketahui, dalam SKB pengusahaan usaha hulu migas Blok Offshore Mahakam, 2012 lalu, Pemprov Kaltim mendapatkan jatah 40 persen dan, Kukar 60 persen.
Pada 31 Oktober 2017, saat meresmikan fasilitas produksi gas di Lapangan Jangkrik, Handil Baru, Kaltim, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyindir adanya sengkarut pembagian PI antara Pemprov Kaltim dengan Pemkab Kukar.
Selamat untuk Pertamina yang telah menjadi pengelola dan operator Blok Mahakam!
Reporter : HYN
Take over semua blok migas oleh Pemerintah /Pertamina, biar harga bbm murah, kita untung rakyat sejahtera