Eksplorasi.id – Manajemen PT Pertamina (Persero) mengklaim harus menyiapkan dana hingga Rp 5 triliun untuk merealisasikan program BBM satu harga di 158 kabupaten/kota seluruh Indonesia hingga 2019 yang ditetapkan pemerintah.
SVP Fuel Marketing Distribution Pertamina Gigih Wahyu Hari Irianto dalam diskusi di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Selasa (4/4), mengatakan, hingga kini program tersebut sudah dijalankan di 10 kabupaten/kota, di mana delapan di antaranya di Papua ditambah Krayan dan Morotai.
“Kami menyiapkan dana sebesar Rp 5 triliun untuk subsidi program BBM satu harga. Ini dana dari kas Pertamina sendiri, bukan dari APBN,” kata dia.
Penjelasan Gigih, dari dana Rp 5 triliun yang disiapkan, sebanyak 10 kabupaten/kota yang sudah menikmati BBM satu harga sudah habis lebih dari Rp 1 triliun.
Pasalnya, konsumsi BBM di daerah-daerah terpencil itu meningkat hampir dua kali lipat. Perseroan harus lebih sering mengirim BBM.
Menurut Gigih, keterbatasan infrastruktur itu membuat biaya distribusi BBM yang ditanggung Pertamina jadi mahal sekali.
“Untuk mengirim BBM ke 10 kabupaten/kota dengan volume masing-masing 30 kiloliter (kl) sekarang saja Pertamina sudah nombok Rp 800 miliar per tahun. Tahun ini, Pertamina ditugaskan masuk lagi ke 54 kabupaten/kota,” jelas dia.
Dia menambahkan, harga BBM di daerah terpencil seperti pedalaman Papua, Krayan yang berbatasan dengan Malaysia, yang semula mencapai Rp 60 ribu per liter kini bisa menjadi Rp 6.450 per liter untuk premium dan solar Rp 5.150 per liter.
“Tantangan utama dalam menjalankan program ini adalah minimnya infrastruktur menuju daerah sasaran. Berbagai moda transportasi harus digunakan Pertamina untuk menjangkau daerah-daerah terpencil, mulai dari truk tangki, kapal tanker, kapal kecil, hingga pesawat,” ujar Gigih.
Komentar dia, untungnya pengiriman ke daerah-daerah di luar Papua dan Kalimantan Utara relatif lebih mudah, tidak perlu menggunakan pesawat, masih bisa dijangkau lewat darat atau laut. “Kalau di Krayan sama Papua habis Rp 800 miliar karena pakai pesawat. Tapi tida semua seekstrem itu,” katanya.
Gigih mengungkapkan, meskipun laba Pertamina tergerus akibat program tersebut, namun program itu akan tetap diteruskan karena dampaknya sangat positif bagi perekonomian masyarakat di daerah terpencil.
Reporter : Diaz