Eksplorasi.id – Keputusan Luhut Binsar Pandjaitan ketika menjabat sebagai Plt menteri ESDM ingin memberi perpanjangan (relaksasi) ekspor konsentrat atau bahan tambang mentah, dikecam oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Tamba P Hutapea mengatakan, jika aturan ekspor mineral mentah (ore) diperpanjang, hal itu akan menghancurkan investasi industri hilir mineral yang sedang dibangun.
Tamba menjelaskan, saat ini terdapat sejumlah investor asal Cina yang beralih masuk ke Indonesia. Itu disebabkan karena adanya optimisme investor terhadap konsistensi kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah.
Penjelasan dia, perlu diketahui bahwa saat ini industri smelter di Cina hampir menutup usahanya akibat sulitnya bahan baku, sehingga beralih ke Indonesia.
“Namun, jika relaksasi ekspor tersebut jadi maka akan menghancurkan rencana investasi di Indonesia dan mengaktifkan lagi industri smelter di Cina,” ungkap Tamba, di kantor Kementerian Perindustian, Jakarta, Rabu (18/10).
Menurut Tamba, pemerintah telah berupaya meyakinkan investor untuk melakukan investasi di Indonesia. Hasilnya, terdapat 22 proyek dengan nilai investasi USD 2,5 miliar dan Rp 1,4 triliun yang telah melakukan produksi.
Kemudian, sebanyak 76 proyek dengan nilai investasi USD 0,2 miliar dan Rp 0,7 triliun dalam tahap konstruksi, serta 151 proyek dengan nilai investasi USD 8 miliar dan Rp 8,8 triliun dalam tahap awal merencanakan investasi.
“Bila rencana relaksasi ekspor tersebut dilakukan, maka akan menghancurkan rencana realisasi investasi yang telah masuk ke Indonesia sebanyak Rp 8,8 triliun,” jelas dia.
Tamba berpendapat, adanya relaksasi ekspor konsentrat juga akan merusak kredibilitas pemerintah Indonesia, karena adanya kebijakan yang kerap mengalami perubahan.
“Upaya untuk meyakinkan investor dalam mengikuti kebijakan hilirisasi mineral tidak mudah dan butuh waktu yang panjang. Relaksasi ekspor mineral akan menghancurkan kepercayaan investor yang telah dibangun,” jelas dia.
Di satu sisi, lanjut Tamba, kebijakan relaksasi juga berpotensi menimbulkan kompleksitas permasalahan hukum. Dia mencontohkan, relaksasi yang diberikan terhadap mineral mentah sangat bertentangan dengan UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), terutama pada 95 ayat (c) yang mewajibkan pemegang IUP dan IUPK untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara.
“Pemerintah semestinya harus tetap konsisten pada kebijakan larangan ekspor mineral mentah agar kredibilitas pemerintah terjaga. Saya mengusulkan revisi kebijakan terkait ekspor mineral yang akan diterbitkan harus tetap melindungi rencana dan realisasi investasi di sektor hilir mineral yang telah dilakukan,” katanya.
Tamba juga berpendapat, kebijakan yang dibuat pemerintah sebaiknya tidak boleh bersifat back track (kemunduran). “Pelarangan ekspor mineral mentah atau ore harus tetap dilakukan, relaksasi hanya diberikan pada produk konsentrat,” tegas dia.
Dia juga menyarankan apabila kebijakan relaksasi tetap akan dilaksanakan, sebaiknya dilakukan melalui revisi PP No 1/2014 agar secara keseluruhan tetap konsisten dengan kebijakan pemerintah terdahulu. Revisi dilakukan terkait dengan perpanjangan waktu dan besaran bea keluar mineral mentah.
“Perlu adanya identifikasi kebutuhan industri smelter yang akan dikembangkan sesuai dengan neraca mineral Indonesia agar memberikan manfaat jangka panjang yang sebesar-besarnya. Untuk mendukung industri smelter,” ujarnya.
Seperti diketahui, Luhut Binsar ingin memperpanjang relaksasi ekspor konsentrat antara tiga sampai lima tahun sejak PP baru diberlakukan.
Saat ini, pemerintah terus melakukan pembahasan terhadap revisi PP No 1/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP 1/2014).
Regulasi itu sebelumnya menyebutkan bahwa relaksasi ekspor konsentrat atau bahan tambang mentah dibatasi sampai 11 Januari 2017. Setelah itu hanya mineral atau bahan tambang yang telah melalui proses pemurnian yang boleh diekspor, tidak ada lagi ekspor konsentrat.
Reporter : Diaz