Eksplorasi.id – Sikap PT Freeport Indonesia (PT FI) yang tidak kooperatif dengan menolak mengubah kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) benar-benar melewati batas.
Hal itu ditegaskan Ketua Umum DPN Rumah Gerakan 98 Bernard Ali Mumbang Haloho. Menurut dia, perubahan ke IUPK menjadi syarat PTFI yang belum melakukan hilirisasi (membangun smelter) untuk mendapat izin ekspor konsentrat selama lima tahun.
“Itu semua diatur dalam pasal 102-103 UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemberian izin ekspor satu paket dengan kewajiban PTFI untuk merealisasikan pembangunan smelter dalam waktu lima tahun. Jangka waktu tersebut dihitung sejak PP No 1 /2017 diterbitkan,” kata dia.
Pendapat Bernard, alih-alih merespon sikap baik Kementerian ESDM yang membuka diri untuk berunding, PTFI terus menuntut izin ekspor konsentrat tanpa bersedia mengubah KK menjadi IUPK. PTFI bahkan mengancam akan mem-PHK 12 ribu tenaga kerjanya demi mendapat izin ekspor konsentrat.
“Sungguh PTFI bersikap egois dan jumawa. Bahkan, bos Freeport-McMoRan Inc Richard Ackerson menolak mengakhiri KK 1991 dengan dalih izin operasi yang dijamin IUPK bersifat tidak pasti dan persetujuan ekspornya pun jangka pendek. IUPK menurut Mc Moran tidak menjamin kepastian hukum dan fiskal,” jelas dia.
Bernard menegaskan, DPN Rumah Gerakan 98 menilai asumsi McMoran benar-benar keliru. Sebab pasal 169 UU Minerba mengatur ketentuan yang memungkinkan PTFI memeroleh stabilitas investasi. Hal ini diatur dalam PP No 1/2017 sebagai revisi dan tindak lanjut semua peraturan yang telah terbit sebelumnya.
“Termasuk kewajiban semua perusahaan tambang asing di Indonesia untuk mendivestasi 51 persen saham kepada Indonesia. Berdasarkan UU Minerba dan PP, PTFI juga bisa melanjutkan usahanya seperti sediakala dan tidak wajib mengubah perjanjian menjadi IUPK, asalkan PTFI membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun. Persoalannya PTFI sudah tujuh tahun lebih belum juga membangun smelter,” ujar dia.
Bernard menambahkan, dalam dalih penolakannya, PTFI tanpa malu mengungkit ungkit kontribusinya kepada pemerintah seolah Indonesia berutang budi. McMoran menyebut PTFI selama berlangsungnya KK telah melakukan investasi sebesar USD 12 miliar.
“DPN Rumah Gerakan 98 tidak merasa takjub dengan angka bermiliar dolar AS itu. Semua orang tahu, nilai investasi USD 12 miliar dalam masa 50 tahun, berarti hanya bernilai USD 240 juta per tahun,” katanya.
Komentar Bernard, coba bandingkan investasi PTFI dengan nilai investasi PT Feni Haltim (PMDN) di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara yang nilainya USD 1,78 miliar. Lalu PT Antam (PMDN) untuk perluasan pabrik biji nikel di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara senilai USD 522,7 juta. Semua terjadi pada 2014.
“Lalu apa hebatnya jika PTFI harus minta diperlakukan secara khusus, sementara perusahaan pertambangan lainnya harus diwajibkan mengubah KK menjadi IUPK? Dari sisi nilai pasar saham Freeport McMoran (perusahaan Freeport di seluruh dunia) hanya USD 20 miliar,” ujarnya.
Kapitalisasi pasar perusahaan sejenis, lanjut dia, misalnya seperti Newmont Mining Corporation juga USD 20 miliar, tapi mematuhi hukum. Bahkan bila dibandingkan dengan ExxonMobil Corp yang mencatatkan nilai kapitalisasi pasar USD 335 miliar, nilai pasar saham Freeport McMoran hanya 5,97 persennya.
“Fatalnya PTFI bergeming. Melalui surat yang dikirimkan kepada Kementerian ESDM RI pada 17 Januari 2017, PTFI malah menuduh Indonesia telah melakukan tindakan-tindakan wanprestasi dan pelanggaran KK. Berdasarkan tuduhan itu, PTFI berencana membawa Indonesia ke mahkamah arbitrase agar tetap bisa menggunakan KK 1991, termasuk mendapatkan ganti rugi yang sesuai akibat pelanggaran yang dituduhkan kepada Kementerian ESDM,” jelas dia.
Sekretaris Jenderal DPN Rumah Gerakan 98 Sayed Junaidi Rizaldi berpendapat, menyikapi penolakan PTFI dan semua ancamannya tersebut sebagai modus untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperdulikan keadilan untuk rakyat Indonesia.
“Dengan semua fakta kesewenang-wenangan PTFI, DPN Rumah Gerakan 98 mendukung langkah tegas Menteri ESDM Ignasius Jonan agar menegakkan pelaksanaan UU No 4/2009 dan PP No 1/2017 secara tegas kepada semua investor pertambangan asing, tanpa terkecuali PTFI,” jelas dia.
Ketegasan tersebut, terang Sayed, adalah amanah karena UU Minerba dan PP No 1/2017 merupakan pengejawantahan dari pasal 33 UUD 1945 yang di antaranya mengatur tentang pemanfaatan SDA, dan prinsip perekonomian nasional.
“Dukungan kami berikan termasuk jika Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla harus menghadapi risiko diadukan ke Mahkamah Arbitrase oleh PTFI. Ketegasan penting untuk menunjukkan kepada PTFI bahwa Indonesia adalah negara merdeka dan berdaulat yang berhak menegakkan hukum di seluruh wilayahnya,” ujarnya.
Sayed menegaskan,DPN Rumah Gerakan 98 juga mengingatkan kepada PTFI bahwa berdasarkan KK pasal 24 ayat 2b, perseroan paling lambat harus melepaskan 51 persen sahamnya pada 2011. Tapi hingga kini masih berutang saham divestasi 40 persen.
“Ini adalah fakta, bahwa selama ini PTFI hanya mengeruk kekayaan alam Indonesia, tanpa peduli ketentuan perundang-undangan, maupun perjanjian yang telah ditandatanganinya. Sekali lagi semua itu adalah fakta bahwa PTFI berpolitik untuk mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia,” katanya.
Berdasarkan semua perilaku bisnis PTFI, tegas Sayed, DPN Rumah Gerakan 98 menyatakan kepada PTFI agar tidak melakukan praktik bisnis dengan menghalalkan segala cara, termasuk melakukan politisasi dan provokasi kepada masyarakat Papua serta mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian, bila dalam proses negosiasi dengan pemerintah Indonesia ternyata ditemukan bukti-bukti provokasi kepada rakyat Papua dan mengganggu keutuhan NKRI, maka DPN Rumah Gerakan 98 akan mendukung pemerintah RI untuk mengusir PTFI dari Bumi Indonesia.
Reporter : Samsul