Eksplorasi.id – Pergantian menteri disetiap kabinet bukan hal tabu, selama berkaitan dengan peningkatan produktivitas dan kualitas kerja kementerian untuk kepentingan nasional.
Hal itu dikatakan Bernard Ali Mumbang Haloho, ketua umum Dewan Pengurus Nasional (DPN) Rumah Gerakan 98
Menurut Bernard, kebijakan reshuffle Kabinet Kerja pun sudah lazim dilakukan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam rangka mewujudkan Nawacita.
“Bahkan terhitung sejak tahun pertama pemerintahan, reshuffle Kabinet Kerja sudah tiga kali dilakukan,” kata dia di Jakarta, Rabu (8/2).
Dia mencontohkan, menteri ESDM termasuk kementerian yang mengalami reshuffle. Hingga akhirnya Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar dilantik, masing-masing sebagai menteri dan wakil menteri ESDM pada 14 Oktober 2016.
“Sejauh ini, duet Menteri ESDM Ignasius Jonan dan wakilnya Arcandra Tahar sangat ideal. Keduanya merupakan pasangan yang serasi dan saling mengisi,” jelas dia.
Menilik kemampuan kerja sama antara keduanya, lanjut Bernard, maka keduanya bisa disebut merefleksikan the dream team.
“Sangat tidak relevan bila kemudian diwacanakan agar duet keduanya dibongkar, untuk diganti salah satu, maupun keduanya,” ujar dia.
Sayed Junaidi Rizaldi, sekjend DPN Rumah Gerakan 98, menambahkan, duet tim impian Kabinet Kerja di Kementerian ESDM digambarkan sebagai pemimpin yang bervisi, bersih serta ditopang dengan wakil pemimpin yang menguasai skill secara detil dan seluk beluk manajemen ESDM.
“Bukti bahwa Presiden Joko Widodo cermat dan tepat dalam memilih menteri. Secara operasional, Ignasius Jonan merupakan figur menteri ESDM yang tepat karena memiliki keberanian untuk memberantas mafia migas yang merajalela di Indonesia,” terang dia.
Penilaian Sayed, integritas Jonan tersebut sudah teruji saat menjabat dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Jonan sukses menertibkan aset-aset PT KAI. Jonan juga telah membangun KAI menjadi lebih manusiawi dan beradab.
“Semua kelebihan yang dimiliki oleh Jonan berpadu dengan kapabilitas Arcandra Tahar dalam dunia migas,” katanya.
Walhasil, imbuh pria yang biasa disapa Pak Cik ini, dibawah duet kepemimpinan Ignasius Jonan dengan Arcandra Tahar, Indonesia tidak akan dibiarkan mandeg dan puas menjadi negara net importir migas.
“Kementerian ESDM berjuang untuk menaikkan lifting produksi minyak dan gas. Baru hampir dua bulan memimpin, dan saat harga BBM sangat rendah, Kementerian ESDM berhasil menaikkan lifting produksi minyak dan gas,” ujarnya.
Berdasarkan data, dalam sehari produksi minyak meningkat dari target 2016 hanya 820 ribu barel per hari, dan gas 1.150 ribu barel ekuavalen minyak per hari menjadi rata-rata 831 ribu barel minyak per hari dan produksi gas bumi mencapai 1.418 ribu barel ekuivalen minyak per hari.
Bahkan untuk periode tahun APBN 2017, Ignasius Jonan bersama Arcandra, di tengah sepinya aktivitas pengeboran nasional, berani memperjuangkan kenaikan produksi minyak dari plafon resmi 815 ribu barel per hari menjadi 852 ribu per hari.
Komentar Sayed, realisasi peningkatan lifting sebelumnya, dan perencanaan pada tahun ini, semua butuh manajerial yang berani.
“Karena meningkatkan lifting produksi minyak dan gas berarti mengganggu kepentingan bisnis mafia migas yang memupuk kekayaan melalui bisnis impor minyak dan gas,” tegas dia.
Bernard dan Sayed sepakat bahwa duet kepemimpinan Kementerian ESDM dibawah Ignasius Jonan dengan Arcandra Tahar penting untuk dilanjutkan, agar Indonesia bisa menjadi negara eksportir minyak dan gas.
“Mempertahankan duet Ignasius Jonan dan Arcandra juga penting untuk mengurai kompleksitas persoalan di sektor energi dan mineral di tingkat hulu hingga hilir,” jelas mereka berdua.
Hal ini penting, lanjut keduanya, lantaran sektor energi menguasai hajat hidup orang banyak dan memiliki sumbangan besar terhadap struktur penerimaan negara.
Reporter : Samsul