Eksplorasi.id – Sektor hulu migas di Tanah Air pada semester I/2017 berada di titik nadir. Data SKK Migas menunjukkan, hingga 30 Juni 2017, total investasi di hulu migas baru mencapai 29 persen atau sebesar USD 3,96 miliar alias setara Rp 51,48 miliar (kurs Rp 13 ribu) dari target USD 13,8 miliar (Rp 179,4 triliun).
“Ini tidak seperti yang diharapkan. Kalau investasi kecil, yang dibelanjakan ke industri pendukung juga kecil. Perusahaan fabrikasi, galangan kapal, equipment juga kecil. Investasi hulu migas penting buat negara karena punya trickle down effect yang signifikan. Kami kurang gembira,” kata Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi di Jakarta, Kamis (6/7).
Amien beralasan, minimnya investasi di hulu migas sangat terkait dengan harga minyak. Dia lalu memberi contoh anjloknya harga minyak sejak akhir 2014 membuat sejumlah proyek hulu migas kurang ekonomis. Hal itu membuat perusahaan migas ikut mengurangi investasinya.
“Kalau ditanya mengenai penyebabnya, macam-macam. Keinginan investasi sangat tergantung kalkulasi keekonomian. Kalau harga minyak seperti sekarang, investor ragu-ragu, terutama di eksplorasi. Jadi faktor utama adalah harga minyak yang kurang menarik,” jelas dia.
Dia pun berargumen bahwa anjloknya investasi di sektor hulu migas tidak terkait dengan sejumlah aturan baru yang dibuat pemerintah. Di satu sisi Amien mengakui memang ada aturan yang membuat investor tidak nyaman, tapi itu bukan aturan baru. Misalnya, Peraturan Pemerintah No 79/2010.
“Apakah itu ada dampak regulasi dari pemerintah? Saya lihat bukan karena regulasi yang dikeluarkan baru-baru ini. Regulasi yang keluar beberapa tahun sebelumnya mungkin iya,” elak dia.
Menurut Amien, PP No 79/2010 disinyalir menjadi salah satu regulasi yang menghambat investasi di hulu migas. Namun, imbuh dia, dengan keluarnya PP No 27/2017 sebagai pengganti alias revisi dari PP No 79/2010 diharapkan bisa mendorong investasi di hulu migas.
Reporter : Sam