Eksplorasi.id – Menteri ESDM Ignasius Jonan pada 14 Juli lalu meneken Peraturan Menteri ESDM No 42/2017. Regulasi tersebut mengatur tentang pengawasan pengusahaan pada kegiatan usaha di sektor ESDM.
Namun, munculnya aturan tersebut oleh Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman akan menimbulkan polemik. Misalnya terkait pengalihan saham dan perubahan direksi serta komisaris badan usaha yang harus mendapat persetujuan menteri ESDM.
Yusri menjelaskan, ada lima pasal yang bicara soal perubahan direksi dan komisaris. “Sebut saja pasal 2, pasal 15, pasal 20, pasal 26, dan pasal 32,” kata dia di Jakarta, Kamis (20/7).
Berdasarkan salinan Peraturan Menteri ESDM No 42/2017 yang diperoleh Eksplorasi.id dari situs resmi Kementerian ESDM, pasal 2 aturan itu berbunyi ruang lingkup peraturan menteri ini mengatur mengenai pemberian persetujuan perubahan kepemilikan saham dan kepengurusan perusahaan yang meliputi perubahan direksi dan komiraris.
Kemudian, pasal 15 ayat (1) menyebutkan, badan usaha dalam melakukan perubahan direksi dan komisaris wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan menteri. Pasal ini merupakan bagian Bab II bidang minyak dan gas bumi.
Berikutnya pasal 20 ayat (1) yang menjadi bagian dari Bab III soal ketenagalistrikan. Bunyinya, pemegang IUPTL (Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) dalam melakukan perubahan direksi dan komisaris wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Menteri.
Lalu, pasal 26 ayat (1) pada Bab IV bidang mineral dan batubara. Bunyinya, pemegang IUP atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian yang diterbitkan oleh menteri, IUPK, KK, atau PKP2B dalam melakukan perubahan direksi dan komisaris wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan menteri.
Terakhir, pasal 32 ayat (1) pada Bab V bidang panas bumi. Berbunyi, pemegang IPB (izin panas bumi) dalam melakukan perubahan direksi dan komisaris wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan menteri.
“Berarti BUMN sektor energi, mulai dari PT Pertamina (Persero), PT PGN Tbk (Persero), PT PLN (Persero), PT Bukit Asam Tbk (Persero), PT Timah Tbk (Persero), PT Antam Tbk (Persero), dan PT Inalum (Persero) kalau mau mengubah jajaran direksi dan komisaris harus mendapat persetujuan menteri ESDM. Ini sama saja mengkebiri peran Kementerian BUMN,” kata Yusri Usman di Jakarta, Kamis (20/7).
Penjelasan Yusri, bila aturan itu dijalankan maka akan bertentangan dengan UU No 19/2003 tentang BUMN dan PP No 41/2003 tentang pelimpahan kedudukan, tugas, dan kewenangan menteri Keuangan pada perusahaan perseroan (persero), perusahaan umum (perum), dan perusahaan jawatan (perjan) kepada menteri negara BUMN.
“Peraturan Menteri ESDM No 42/2017 itu juga menabrak UU No 17/2003 tentang keuangan negara, terutama pasal 6 ayat (1) dan (2),” jelas dia.
Pasal itu berbunyi, bahwa presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, serta kekuasaan dalam mengelola keuangan negara dikuasakan kepada menteri Keuangan.
“Namun, berdasarkan PP No 41/2003 kewenangan menteri Keuangan bidang pembinaan dan pengawasan BUMN sebagian dilimpahkan kepada menteri BUMN” ujar dia.
Sehingga, lanjut Yusri, jika melihat UU 17/2003 dan UU No 19 Tahun 2003 serta PP No 41/2003, maka secara jelas dan tegas dapat dikatakan tidak ada kewenangan menteri ESDM dalam menentukan calon direksi dan komisaris.
“Apalagi untuk perusahaan BUMN ESDM seperti Pertamina, PLN , PGN, Bukit Asam, Timah, Antam, Inalum, serta anak-anak usaha BUMN,” tegas dia.
Yusri berkomentar, apa dasar hukumnya sehingga bisa muncul di Permen ESDM No 42/2017 yang menyebut bahwa menteri ESDM mempunyai kewenangan penuh menentukan direksi dan komisaris terpilih.
“Padahal kewenangan ini merupakan kewenangan Kementerian BUMN yang sudah diatur oleh UU. Kalau menteri ESDM tetap ngotot menggunakan kewenangannya, itu bisa memicu kementerian teknis lainnya seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Kementerian KLH, Kementerian PUPR dan lainnya akan menerbitkan aturan serupa,” ujarnya.
Dia menegaskan, bila Permen ESDM No 42/2017 itu tidak segera direvisi sebaiknya semua yang terkait UU BUMN dibekukan dan dibatalkan saja. “Kemudian, Kementerian BUMN bubarkan saja. Apalagi saat ini banyak usulan pergantian direksi BUMN bukan dari Kementerian BUMN, tapi dari pihak lain,” katanya.
Reporter : Sam