Eksplorasi.id – Selat Gonzalu yang terletak di antara Pulau Flores bagian timur dengan dataran Pulau Adonara bagian barat di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, ternyata memiliki potensi energi listrik yang luar biasa.
Berdasarkan hasil penelitian para ahli turbin dari Belanda, potensi listrik yang bersumber dari arus laut Selat Gonzalu mampu menghasilkan energi listrik sampai 300 MW yang bisa dikembangkan menjadi salah satu energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat di kawasan tersebut.
Hasil survei tersebut menunjukkan pula bahwa Selat Gonzalu memiliki kekuatan arus sebesar 2,5 meter/detik pada bulan gelap dan 3,5 meter/detik pada bulan terang. Ada sekitar 12 titik arus di Indonesia yang diteliti, namun arus laut Selat Gonzalu dinilai lebih memungkinkan untuk dikembangkan menjadi pembangkit tenaga listrik.
Listrik merupakan kebutuhan dasar manusia yang wajib dipenuhi oleh pemerintah. Atas dasar itu, Pemerintah meluncurkan Program Indonesia Terang yang menargetkan enam provinsi di wilayah timur Indonesia yang rasio elektrifikasinya masih rendah.
Keenam provinsi tersebut adalah Papua Barat, Papua, Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Program Indonesia Terang diharapakan dapat membuat wilayah-wilayah di Indonesia bagian timur dapat menikmati listrik 24 jam seperti di wilayah-wilayah Indonesia bagian barat.
Implementasi Program Indonesia Terang hingga tahun 2019 adalah tersedianya jaringan listrik di 10.300 desa di Indonesia yang telah ditetapkan sebagai desa sasaran program. Dari total target tersebut, sebanyak 6.926 desa atau sekitar 67 persen berada di enam provinsi di wilayah timur Indonesia tersebut.
Total kapasitas terpasang diperkirakan sekitar 350 MW, dengan asumsi konsumsi rata-rata listrik per hari 1,5 kWh/KK. “Jika potensi energi listrik tenaga arus laut Selat Gonzalu sudah berhasil dikelola maka akan mendongkrak rasio elektrifikasi bagi NTT mencapai lebih dari 70 persen,” kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nusa Tenggara Timur Boni Marasina.
Program Indonesia Terang yang diluncurkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2016 itu, ditargetkan dapat menerangi 10.300 desa tertinggal di Indonesia pada akhir 2019. Strategi pertama dalam implementasi program ini adalah memaksimalkan pemanfaatan energi setempat yang erat kaitannya dengan energi terbarukan.
Dengan memanfaatkan energi setempat, pembangunan pembangkit dan transmisi listrik dapat dibangun secara lokal (off-grid), berbasis desa atau pulau, dan tak harus menunggu datangnya jaringan listrik dari pusat.
Menurut Menteri ESDM Sudirman Said, Indonesia memiliki kelimpahan potensi energi terbarukan hingga lebih dari 300.000 MW, namun dari potensi yang ada, baru dimanfaatkan sekitar 3 persen. Akses teknologi energi terbarukan yang masih mahal itu, disebut-sebut menjadi kendala utama pemanfaatan energi terbarukan.
Sampai saat ini, masih ada 12.659 desa tertinggal yang belum memperoleh akses listrik dari jaringan Perusahaan Listrik Negara, bahkan 2.519 desa di antaranya belum menikmati penerangan listrik sama sekali. Desa-desa ini sebagian besar tersebar di enam provinsi di kawasan Indonesia Timur tersebut.
Program Indonesia Terang yang diprakarsai Kementerian ESDM itu akan mengembangkan energi listrik sampai 500 MW hingga 1.000 MW (1 GW). Dengan adanya temuan energi terbarukan di Selat Gonzalu tersebut, diharapkan sudah bisa menanggulangi masalah kelistrikan di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini.
Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya mengatakan sebuah konsorsium dari Belanda telah menyatakan keinginannya untuk melakukan investasi di bidang pengembangan potensi energi listrik arus laut Selat Gonzalu di Kabupaten Flores Timur itu.
“Sudah beberapa kali kami mengadakan pertemuan dengan konsorsium tersebut, bahkan sampai ke Negeri Belanda. Dan, mereka sangat serius untuk melakukan investasi di sana. Sekarang, kita menunggu kebijakan dari pemerintahan mereka. Bagi kami, sudah tidak ada masalah lagi,” ujarnya.
Jika potensi energi listrik arus laut Selat Gonzalu itu berhasil direalisasi maka hal itu akan memuluskan rencana pemerintahan Gubernur Frans Lebu Raya untuk membangun jembatan layang yang menghungkan Flores Timur daratan dengan Pulau Adonara.
Konsep pembangunan jembatan layang itu terbentang dari Pantai Paloh Larantuka di Pulau Flores bagian timur sampai di Tanah Merah, Pulau Adonara bagian barat. Meski belum terealisasi, masyarakat setempat sudah mendeklarasikan nama jembatan tersebut dengan sebutan Palmerah (Pantai Paloh – Tanah Merah).
Pertemuan antara investor Belanda yang terdiri dari Erik Van Den Eijinden dari Tridal Bridge dan Marnix Mulner dari Maritim Bisnis Konsultan tersebut, memaparkan rencana pembangunan atau penempatan turbin dengan energi yang dihasilkan dari arus selat di bawah jembatan Palmerah.
Dalam pertemuan itu, investor akan menghemat kurang lebih 63 persen dari investasi yang dianggarkan sebesar Rp5,1 triliun, dengan waktu pelaksanaan ditargetkan dua tahun lamanya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum NTT Andre W Koreh mengatakan investor dari Belanda itu melihat potensi listrik bisa diperoleh dari Jembatan Palmerah. Hal ini dapat diperoleh dengan mengoptimalkan arus laut yang kuat di lokasi tersebut.
Konsep awal untuk membangun jembatan layang tersebut dipertimbangkan lagi dengan konsep membangun energi listrik dengan memanfaatkan arus laut Selat Gonzalu. Jika potensi listrik dari arus yang kuat, maka akan menjadi benefit terhadap pembangunan jembatan layang itu.
“Dari segi anggaran, rasanya terlalu mahal kalau hanya untuk membangun jembatan saja. Apalagi harus dibiayai dari APBN dengan pinjaman luar negeri. Tapi ternyata kita bisa mengeksploitasi air laut menjadi energi terbarukan yang bisa membangkitkan tenaga listrik,” katanya.
Ia menjelaskan anggaran Rp5,1 triliun itu adalah hitungan makro berdasarkan “feasibility study” tanpa menghitungkan energi sebaga benefif dengan perhitungannya antara 25 tahun. Itu adalah sesuatu yang wajar saja karena perhitungan Rp5,1 triliun itu juga memiliki akuntabilitas.
Bahwa kemudian ada juga teknologi yang mengaitkan jembatan dan turbin untuk menghasilkan energi mereka bisa hemat sampai 63 persen. Artinya, jembatannya juga dapat, energi listriknya juga dapat bahkan transmisinya bisa mencapai 300 MW.
Eksplorasi | Detik | Aditya