Eksplorasi.id – Kasus yang menimpa mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan tidak bisa dibawa ke ranah tindak pidana korupsi, hanya perdata biasa.
Hal itu ditegaskan oleh tim kuasa hukum Karen ketika membaca nota keberatan (eksepsi) yang dibacakan dalam persidangan, Kamis (7/2). Menurut tim kuasa hukum Karen, dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu patut dibatalkan.
Soesilo Ariwibowo, kuasa hukum Karen, mengatakan, alasan pertama penuntut umum tidak dapat memahami perbuatan kliennya karena merupakan bagian dari aksi korporasi dalam domain hukum perdata.
Penegasan dia, Karen saat melakukan tindakan itu mengatasnama serta untuk kepentingan perusahaan, Pertamina, bukan kepentingan pribadi. Dia menambahkan, perbuatan Karen dan direksi lainnya merupakan keinginan Pertamina untuk meningkatkan cadangan dan produksi minyak mentah.
Hal itu, imbuh Soesilo, sejalan dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2009 untuk menjamin kelancaran pasokan bahan bakar minyak (BBM) nasional.
“Artinya perbuatan terdakwa ini adalah bisnis murni. Apalagi, pasal 92 dan pasal 97 UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa direksi tidak dapat dimintakan tanggungjawabnya hanya karena alasan salah dalam memutuskan (mere error of judgement) atau hanya karena alasan kerugian perseroan,” jelas dia.
Komentar Soesilo, jika ada kesalahan dalam perbuatan administrasi maka tidak terdapat sanksi pidana sekalipun diduga telah merugikan keuangan.
“Maka dugaan perbuatan melawan hukum tersebut bukanlah dapat digolongkan sebagai perbuatan/tindak pidana, terlebih korupsi, karena terlebih dahulu harus menundukkan diri ke dalam ketentuan yang lebih khusus, yaitu undang-undang perseroan terbatas,” lanjut dia.
Terkait kerugian negara yang ditimbulkan dalam surat dakwaan sebesar Rp 568,06 miliar, dinilai tidak berdasar. Alasannya, perhitungan tersebut hanya berasal dari kantor akuntan publik. Padahal UU No 15/2004 menyebutkan, yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negera adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan negara juga harus menggunakan standar pemeriksaan yang disusun oleh BPK. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan negara menjadi tanggung jawab BPK. Pihak lain dapat melakukan pemeriksaan tetapi bertindak untuk dan atas nama BPK,” tegas dia.
Di satu sisi, pihak Karen meminta untuk izin untuk rawat inap terkait kasus penyakit otak kirinya. Tapi, majelis hakim masih belum bisa mengabulkan dan meminta keterangan dokter terkait esok.
Berdasarkan draf dakwaan, Karen diduga telah merugikan yang negara hingga Rp 586,06 miliar dengan melakukan tindak pidana korupsi karena mengabaikan prosedur investasi di tubuh Pertamina.
Perkara ini bermula pada periode Januari 2009-Agustus 2010, di mana kala itu Karen memutuskan melakukan investasi participating interest (PI) di Blok BMG Australia.
Sejumlah versi menilai, investasi itu dilakukan tanpa kajian terlebih dahulu dan menyetujui PI Blok BMG tanpa adanya due diligence tanpa analisa risiko yang kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan sale purchase agreement (SPA).
Saat itu Pertamina melalui anak usahanya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE), mengakuisisi saham sebesar 10 persen terhadap Roc Oil Ltd untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan Roc Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai USD 31 juta. Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar USD 26 juta.
Semula, melalui kucuran dana sekira Rp 568 miliar tersebut, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga hingga 812 barel per hari (bph).
Apes, ternyata Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rerata sebesar 252 bph. Jauh dari prediksi semula.
Lalu, pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah Roc Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi. Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Salah satu isi draf dakwaan adalah tidak ada persetujuan dari bagian legal dan dewan komisaris Pertamina. Sehingga Karen diduga memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya Roc Oil Company Limited Australia.
Karen didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 huruf b atau pasal 3 Undang-Undang No 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Reporter: Sam.