EKSPLORASI.id – Guna merealisasikan target net zero emission, diperlukan langkah-langkah berani yang tidak populer, seperti penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Demikian disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)/Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Suharso Monoarfa dalam acara Indonesia Net Zero Summit 2021 secara virtual, Selasa (20/4/21).
“Kebijakan fiskal untuk mendukung net zero emission, contohnya dan ini sangat tidak populer, yaitu menghapus subsidi BBM hingga 100% pada paling tidak tahun 2030. Kita harus mulai secara bertahap dalam waktu dekat,” kata Suharso dalam acara Indonesia Net Zero Summit 2021 secara virtual, Selasa (20/4/2021).
Selain penghapusan subsidi BBM, Suharso menyampaikan kebijakan fiskal lainnya yang perlu ditempuh adalah penerapan pajak karbon yang ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai 50% pada tahun 2030.
Terkait kebijakan energi, menurutnya perlu ada penurunan intensitas energi secara signifikan, sehingga tingkat efisiensi energi rata-rata berada di kisaran 6% hingga 6,5% per tahun. Selain itu, kebijakan efisiensi energi tersebut juga harus diiringi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di sektor kelistrikan.
“Hasil permodelan yang kami lakukan mencatat, pembangkit listrik yang bersumber dari EBT harus mencapai 100% dari primary energy mix di setiap tahun target net zero emission,” ujarnya.
Suharso menambahkan, Indonesia harus menempatkan ekonomi hijau atau rendah karbon sebagai salah satu tujuan utama dalam transformasi ekonomi.
Kata Suharso, skenario net zero emission dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di masa mendatang, sekaligus mendorong Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap di tahun 2045.
“Penurunan emisi gas rumah kaca melalui strategi pembangunan rendah karbon akan mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” ucapnya.
Menurutnya, pencapaian net zero emission dapat meningkatkan income per kapita hingga 2,5 kali lipat lebih tinggi, serta dapat memberikan PDB per tahun hingga 2% lebih tinggi dari skenario business as usual pada rentang waktu 2021 hingga 2070.