Eksplorasi.id – Teknologi PLTU berbasis co-firing biomassa dapat membuka lapangan kerja dan peluang bisnis baru karena sampah dapat menjadi bahan bakar untuk menghasilkan energi.
Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Sahid Junaidi mengatakan biomassa untuk co-firing bisa diambil dari limbah pertanian, industri pengolahan kayu, rumah tangga serta tanaman energi yang dibudidayakan sehingga bisa memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat.
Baca juga: PLN co-firing ke 17 PLTU penghasil listrik berkapasitas 189 megawatt
“Co-firing berdampak positif kepada pengembangan ekonomi kerakyatan karena dapat membuka lapangan kerja dan peluang bisnis di sektor biomassa khususnya yang berbasis sampah dan limbah,” kata Sahid di Jakarta, Selasa (22/6).
Dia menjelaskan bahwa menjaga pasokan bahan baku biomassa dengan tetap memperhatikan aspek keekonomian menjadi tantangan terbesar dalam implementasi co-firing.
Suplai sampah yang stabil penting agar harga listrik tetap terjangkau dan tidak melebihi biaya pokok penyediaan.
“Kami mendukung upaya PLN untuk terus mencari peluang-peluang pemanfaatan biomassa melakukan komitmen dengan pemasok,” kata Sahid.
Sebelumnya diberitakan, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan implementasi co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara pada 17 pembangkit listrik tenaga uap hingga Juni 2021.
Dari total 17 PLTU yang menggunakan biomassa secara komersial tersebut, sekitar 12 PLTU tersebar di Jawa dan lima lokasi di luar Jawa.
Pembangkit-pembangkit itu dikelola dua anak usaha PLN, yaitu PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB).
Indonesia Power menghasilkan listrik melalui co-firing di PLTU Suralaya I sampai IV, PLTU Suralaya VI sampai VII, PLTU Sanggau, PLTU Jeranjang, PLTU Labuan, PLTU Lontar, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Barru dan PLTU Adipala.
Sedangkan PJB menghasilkan energi melalui co-firing PLTU Paiton Unit I dan II, PLTU Pacitan, PLTU Ketapang, PLTU Anggrek, PLTU Rembang, PLTU Paiton IX, PLTU Tanjung Awar-Awar, dan PLTU Indramayu.
Dalam pelaksanaan co-firing di 17 PLTU, kedua anak usaha PLN itu memanfaatkan limbah serbuk kayu atau sawdust, woodchip, dan solid recovered fuel dari sampah.
Sepanjang 2021, kebutuhan biomassa untuk bahan bakar pembangkit diproyeksikan mencapai 570.000 ton yang akan dipasok dari sejumlah perusahaan.