Eksplorasi.id – Piutang negara dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor pertambangan masih sekira Rp 23 triliun.
Jumlah ini terungkap dalam acara Koordinasi dan Supervisi Sektor Energi 2016 dengan tema Gerakan Nasional Mewujudkan Kedaulatan Energi yang berlangsung di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), Rabu kemarin. Acara Korsup, atau koordinasi dan supervisi ini merupakan bagian dari upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperbaiki tata kelola perizinan minerba, migas, dan energi terbarukan di Kalimantan.
“Setelah melakukan korsup sepanjang 2014 – 2015, rupanya pekerjaan rumah tentang tunggakan ini tidak mudah terselesaikan,” ujar Dirjen Minerba, Bambang Gatot Ariono, Kamis (7/4). Sebagian besar tunggakan itu berasal dari iuran royalti, iuran tetap KK (kontrak karya) atau IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara). Kalimantan salah satu daerah dengan tunggakan piutang terbanyak, seperti di Kaltim saja Rp 336 miliar dan US$ 2 juta.
Di Kalimantan Utara (Kaltara) menunggak Rp 250 miliar dan US$ 1,4 juta. Kalimantan Tengah (Kalteng) sebesar Rp 370 miliar dan US$ 119 ribu. Sedangkan di Kalimantan Barat (Kalbar) sebesar Rp 119 miliar dan US$ 600. Gatot mengatakan, pemerintah masih memberi kesempatan pelaku usaha melunasi tunggakan.
Gubernur Kaltara, Irianto Lamrie mengungkap, Kaltara memiliki 235 izin tambang, terdiri dari 34 logam dan 202 batubara dengan luas konsesi lebih 1 juta ha. Di sektor ini, tunggakan piutang pelaku usaha hingga Rp 253 miliar sampai Maret 2016. Tunggakan piutang ini salah satu yang mengganjal pelaku usaha pertambangan memiliki status usaha clear and clean. Selain terkait piutang, banyak perusahaan juga bermasalah karena tidak membayar jaminan reklamasi dan paska tambang, hingga tumpang tindih lahan dengan kawasan koservasi dan hutan lindung.
Eksplorasi | Kompas | Aditya