Eksplorasi.id – Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno didesak untuk segera mencopot posisi Nicke Widyawati sebagai direktur utama (dirut) PT Pertamina (Persero). Alasannya, karena Nicke saat ini tersangkut kasus PLTU Riau 1, meskipun baru sebatas saksi.
Direktur Eksekutif Eksplorasi Institute Heriyono Nayottama berkomentar, meskipun status Nicke saat ini hanya sebatas saksi, namun tidak menutup kemungkinan Nicke bisa menjadi tersangka, seperti yang dialami Dirut PT PLN (Persero) Sofyan Basir.
“Langkah strategis harus segera diambil oleh Ibu Rini. Jangan sampai wajahnya tercoreng dua kali karena tidak bisa memilih dirut BUMN yang bersih dan amanah, Kalau misalnya KPK meningkatkan status Nicke, maka akan ada dua BUMN energi sangat strategis yang tidak memiliki dirut karena menjadi tersangka,” kata dia di Jakarta, Senin (29/4).
Dia menambahkan, BUMN energi sejatinya harus bersih dari praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan dipimpin oleh figur yang bebas dari indikasi praktik KKN tersebut.
“Dulu banyak yang menyangsikan bahwa Sofyan Basir menjadi tersangka, namun ternyata KPK memiliki bukti lain yang bisa menjerat Sofyan Basir. Hal serupa bisa pula terjadi kepada Nicke Widyawati,” ujar dia.
Menurut Heriyono, peran Nicke dalam kasus PLTU Riau 1 tidak bisa dihindari. Apalagi KPK telah memberi sinyal bahwa Sofyan Basir telah memerintahkan direksi PLN saat itu untuk memonitor proyek PLTU Riau 1.
“Publik menduga bahwa direksi yang dimaksud saat itu adalah Nicke Widyawati atau Supangkat Iwan Santoso. Keduanya saat itu duduk sebagai direktur Pengadaan Strategis 1 PLN dan direktur Pengadaan Strategis 2 PLN,” jelas dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pernah berkomentar, Sofyan Basir menyuruh salah satu direktur PLN saat itu untuk berhubungan dengan Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo .
“SFB (Sofyan Basir) menyuruh salah satu direktur PLN untuk memonitor karena ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau 1,” ungkap Saut, Selasa (23/4).
Berita Terkait:
Kasus PLTU Riau 1, KPK Harus Ungkap Siapa Direktur PLN yang Disuruh Sofyan Basir
Heriyono kembali menegaskan, jika Menteri Rini telat mengambil keputusan, maka publik akan terus menyalahkan pemerintahan Joko Widodo karena tidak bisa mengurus atau menunjuk direksi BUMN yang kredibel.
“Ini memang sangat erat dengan sistem pemerintahan dan kondisi politik yang ada saat ini. Ingat, apapun yang terjadi dengan BUMN, terutama BUMN energi, maka kepala negara akan ikut terseret,” tegas dia.
Terpisah, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menerangkan, dalam kasus PLTU Riau 1 sosok Sofyan Basir tidak mungkin bisa bekerja sendiri.
“Berdasarkan keterangan saksi dan tersangka di pengadilan Tipikor untuk terdakwa Eni Saragih, Johanes Kotjo, dan Idrus Marham terungkap jelas banyak pertemuan diberbagai tempat, yang bahkan ada yang di luar negeri,” terang dia.
Sejumlah pertemuan tersebut, jelas dia, dihadiri oleh Sofyan Basir, Nicke Widyawati, dan Supangkat Iwan. Pertemuan dilakukan untuk memuluskan skenario agar semua keinginan konsorsium Blackgold Natural Resorces Ltd (BNR), PT Samantaka Batubara, dan China Huadian Engineering Co Ltd (CHEC) dengan anak usaha PLN, yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali (PLJB) dan PT PLN Batubara (PLNBB).
Penjelasan Yusri, munculnya proyek PLTU Riau 1 dimulai dari tahap perencanaan sampai dengan disetujuinya proyek pembangkit itu oleh menteri ESDM di dalam RUPTL 2017 – 2026. “Itu semua di bawah tanggung jawab direktur pengadaan strategis 1 PLN yang saat itu dijabat oleh Nicke Widyawati,” katanya.
Yusri berkata, keterangan Sofyan Basir sebagai tersangka tentu sangat dihatapkan publik agar diketahui siapa saja direksi PLN yang terlibat sejak tahap perencanaan sampai dengan eksekusi menggunakan skema kerja sama dengan anak usaha PLN.
Reporter: Sam