Eksplorasi.id – Ketua Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi menegaskan, Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan bauran energi, dan mulai meninggalkan energi fosil seperti bahan bakar minyak (BBM) dan batu bara, yang tidak ramah lingkungan.
“Indonesia memang dituntut mengembangkan berbagai bauran energi, termasuk membangun Floating Storage Regasification Unit (FSRU),” kata Fahmi, yang juga mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, saat dihubungi media, Selasa (28/6).
FSRU sendiri menurut Fahmi sudah diadopsi banyak negara karena lebih efisien dan cocok digunakan untuk negara kepulauan seperti Indonesia. “PLN harus mengubah paradigm tentang penggunaan energy bauran,” tegas Fahmi.
Fahmi mencontohkan, ada beberapa negara yang telah menggunakan FSRU di antaranya Australia dan Jepang. “Memang lebih efisien, tinggal dibutuhkan penguasaan teknologi,” kata dia.
Untuk itu, ia mengingatkan agar Dewan Energi Nasional (DEN) konsisten mendorong bauran energi karena sudah dirumuskan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Pemerintah, terutama Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), kata Fahmi jangan lagi mengabaikan. Pemerintah harus menggunakan segala cara dan memaksimalkan potensi yang ada. Pembangkit yang sedang dalam pengerjaan mesti dikebut. Salah satu teknologi suplai bahan bakar pembangkit adalah dengan menerapkan FSRU.
Guna mendukung hal itu, perlu didorong penggunaan floating facility atau fasilitas terapung yang melahirkan mini receiving LNG terminal berkapasitas 50 mmscfd (million metric standard cubic per day). Mini receiving sebesar itu mampu menyuplai gas untuk pembangkit berkapasitas 200 megawatt (MW). Konsep ini dari sisi waktu pengerjaan serta biaya jauh lebih cepat dan efisien.
Sebagai contoh adalah penerapan Teknologi Mini Terminal LNG di Benoa. Teknologi ini memiliki tiga keuntungan. Pertama, untuk mempercepat proses operasi pembangkit. Kedua, masalah biaya juga efisien. Penggunaan mini terminal LNG pemerintah bisa menghemat anggaran Rp 1,2 triliun per tahun. Dan ketiga, penggunaan energi baru terbarukan bisa lebih besar.
“Kalau teknologi FSRU efisien akan terjadi penghematan besar, saya kira swasta harus masuk juga. Kita tidak bisa mengandalkan pemerintah saja, kalau ada teknologi itu harus didorong bahkan kalau ada swasta masuk diberi insentif,” tandasnya.
Eksplorasi | Aditya