Eksplorasi.id – Pemerintah sedang mengkaji penambahan sektor industri yang bisa mendapatkan pemotongan harga gas sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing industri pengguna gas dalam negeri di pasar internasional.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai mengikuti rapat koordinasi pembahasan harga gas untuk industri di Jakarta, Senin (15/8), mengatakan, penambahan sektor ini bisa bermanfaat untuk mendorong kinerja industri nasional.
Untuk itu, Airlangga menambahkan, tiga sektor yang berpotensi untuk mendapatkan pemotongan harga gas adalah industri pulp dan kertas, industri makanan dan minuman serta industri tekstil dan alas kaki.
“Long list selalu lebih baik dari short list. Kami mengusulkan industri yang mendapatkan rekomendasi pemotongan harga menjadi sepuluh,” ujarnya.
Sebelumnya, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 mengenai penetapan harga gas bumi, sebanyak tujuh sektor mendapat keringanan harga gas yaitu hanya sebesar USD 6 per MMBTU.
Ketujuh sektor industri tersebut adalah industri baja, industri keramik, industri kaca, industri petrokimia, industri pupuk, industri oleochemical dan industri sarung tangan karet.
Menteri BUMN Rini Soemarno menambahkan, sektor industri lainnya yang juga membutuhkan pemotongan harga gas adalah industri farmasi, yang bermanfaat untuk mendorong pertumbuhan produksi obat-obatan.
“Kita tidak punya bahan baku obat-obatan, mungkin itu salah satu yang perlu ditambahkan,” tutur Rini.
Ia menganggap sektor industri yang bisa menggerakkan kinerja perekonomian harus menjadi prioritas karena penggunaan gas untuk industri telah menguras biaya produksi hingga mencapai 30 persen.
“Daya saing kita harus dijaga. Indonesia selalu bergantung pada bahan mentah, ini yang membuat kita tidak kompetitif,” kata Rini.
Untuk mengkaji tambahan sektor industri tersebut, saat ini sedang dibentuk tim khusus yang terdiri dari perwakilan Kemenko Perekonomian, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian dan SKK Migas.
Menurut data SKK Migas, harga gas di Jawa Timur saat ini mencapai USD 8,01-8,05 per MMBTU, Jawa Barat mencapai USD 9,14-9,18 per MMBTU serta wilayah Sumatera mencapai USD 13,90-13,94 per MMBTU.
Dibandingkan dengan harga gas di negara lain, harga gas di Indonesia tiga kali lipat lebih mahal, seperti di Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok, yang rata-rata hanya mencapai USD 4-4,55 per MMBTU.
Sementara itu, terkait rencana penurunan kembali harga gas bagi industri pupuk menjadi USD 4 per MMBTU, Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan hal itu juga menjadi salah satu kajian dari tim khusus.
Menurut dia, penurunan harga gas bagi industri pupuk sangat bermanfaat untuk mendorong produksi pupuk di Indonesia dan perekonomian secara keseluruhan.
“Industri pupuk ini perlu hidup, dari studi yang dilakukan mungkin bisa berkisar USD 4, karena negara lain juga seperti itu. Ini kita coba apakah ada ruang bagi industri untuk mengefisiensikan proses bisnis, baik di hulu, transportasi maupun distribusi,” imbuh Arcandra.
Eksplorasi | Ponco