Eksplorasi.id – PT Buana Lintas Lautan Tbk, dahulu bernama PT Buana Listya Tama Tbk, baru-baru ini dikenakan sanksi daftar hitam (blacklist) oleh PT Pertamina (Persero).
Pemberian sanksi daftar hitam tersebut menurut versi Pertamina karena perusahaan tersebut melakukan tindakan fraud (penipuan) dalam perkara penyewaan kapal tanker.
“Telah terjadi tindakan/perbuatan yang merupakan kategori fraud berdasarkan SK 43/C00000/2015-S0 Bab IX Huruf B Angka 4,” tulis VP Procurement Excellence Group (PEG) Direktorat Manajemen Aset Pertamina Joen Riyanto S dalam surat No 046/I20300/2018-S0 tertanggal 12 Maret 2018.
Baca juga:
- Pertamina Resmi Berikan Sanksi Hitam kepada Buana Listya Tama.
- Sewa Tanker Bermasalah, Pertamina Didesak Umumkan Sanksi Daftar Hitam bagi Buana Lisyta Tama.
Beberapa waktu lalu, tepatnya pada 27 November 2017, dilansir dari Kontan.co.id, pendapatan emiten berkode BULL tersebut hingga Juni 2017 masih ditopang oleh Pertamina.
Kontribusi Pertamina terhadap pendapatan BULL mencapai 63 persen. Persentase kontribusi Pertamina ini tumbuh dibandingkan 2016, yakni 59 persen. (Baca: Pertamina jadi penopang pendapatan Buana Listya).
BULL didirikan pada 2005, dan awalnya merupakan anak usaha dari PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA).
Berdasarkan penelusuran Eksplorasi.id, BULL dibuat semula untuk menyambut peluang dari berlakunya asas cabotage.
Kala itu, BLTA langsung menempatkan sejumlah kapalnya di BULL. Ironisnya, pada pada 2007-2008, BLTA terlilit utang hingga mencapai sekitar USD 3 miliar. Padahal, ekuitas BLTA saat itu hanya berada di kisaran USD 1 miliar.
Kemudian, BLTA mendaftarkan BULL sebagai perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pada 10 Mei 2011, BULL memeroleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan penawaran umum perdana saham (initial public offering/ IPO) kepada masyarakat sebanyak 6,65 miliar lembar saham.
Nilai nominalnya adalah Rp 100 per saham dengan harga penawaran Rp 155 per saham disertai dengan Waran Seri I yang diberikan secara cuma-cuma sebagai insentif sebanyak 3,325 miliar lembar dengan pelaksanaan sebesar Rp 170 per saham.
Setiap pemegang saham Waran berhak membeli satu saham perusahaan selama masa pelaksanaan. Saham-saham itu kemudian dicatatkan di BEI pada 23 Mei 2011.
Sejumlah jejak digital mengungkapkan, tujuan BLTA meng-IPO-kan BULL kala itu untuk menggunakan dana hasil IPO guna membayar sebagian utang BLTA.
Hingga akhirnya pada medio 2014, BLTA dengan terpaksa harus melepas BULL ke sejumlah investor.
Mereka adalah, PT Delta Royal Sejahtera, Kidson Pte Ltd (unit usaha dari Deutsche Holdings Asia Pacific, anak usaha dari Deutsche Bank), PT Southeast Capital Invesment, PT Goldsachs Capital Invesment, dan PT Benakat Integra.
BULL juga tersangkut utang kepada Merrill Lynch Credit Products LLC dan Orchard Center Master Limited (MLOR) sebesar USD 7,8 juta.
MLOR kemudian menunjuk Delta Royal untuk melakukan Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMT-HMETD) ke BULL, dengan cara mengkonversi utang menjadi saham. Delta Royal dan Southeast Capital konon dimiliki dimiliki seseorang bernama Budy Tjokro.
Sedangkan Kidson memiliki saham BULL karena pemilik BULL sebelumnya, BLTA, mengalami gagal bayar utang kepada Deutsche Bank yang merupakan induk dari Kidson. Sebagai gantinya, Deutsche Bank menyita saham BULL sebagai salah satu kolateral.
Sementara, Goldsachs Capital adalah perusahaan yang dimiliki Janner Tandra, pun pemilik PT Nusa Bhakti Jayaraya, perusahaan kapal.
Nusa Bhakti diakuisisi BULL pada 2014, dan BULL membayar akuisisi tersebut dalam bentuk saham.
Di sisi lain, berdasarkan laporan keuangan BULL per 31 Maret 2017 (tidak diaudit), BULL memiliki jumlah aset hingga mencapai lebih dari USD 248,56 juta, terdiri atas aset lancar sekitar USD 60,74 juta dan aset tidak lancar USD 187,82 juta.
BULL juga memiliki total liabilitas (utang yang mesti dibayar) sekitar USD 122,34 juta. Rinciannya, liabilitas jangka pendek USD 48,27 juta dan liabilitas jangka panjang USD 74,07 juta.
Keterkaitan Danatama
Dilansir dari situs resmi BULL, pertanggal 31 Juli 2017, pemegang saham mayoritas perseroan adalah publik sebesar 32,47 persen.
Kemudian berturut-turut diikuti PT Geo Link Indonesia (15,62 persen), PT Delta Royal Sejahtera (12,05 persen), CSSEL PRBR SA Client AC For Cayman Fun-94644032 (10,50 persen), dan PT Danatama Makmur (6,75 persen).
Kemudian, PT Tesco International Capital (6,72 persen), Credit Suisse AG Singapore Trust A/C Clients – 2023904000 (5,70 persen), PT Southeast Capital Investment (5,19 persen), dan PT Goldsachs Capital Investment (5,00 persen).
Sumber Eksplorasi.id mengungkapkan, meskipun Danatama hanya memiliki saham minoritas di BULL, namun keterkaitan Danatama dengan BULL sangat dekat. Danatama pula yang menjadi penjamin pelaksana emisi efek ketika BULL melakukan IPO.
“Lihat saja alamat kantornya. Keduanya sama-sama beralamat di Danatama Square yang ada di Jalan Mega Kuningan Timur, Kawasan Mega Kuningan. Bahkan, nomor blok dan kavelingnya sama. Bedanya Danatama di Kaveling 12, sementara BULL Kaveling 12A,” kata sumber di Jakarta, belum lama ini.
Menurut sumber, komisaris utama (komut) BULL saat ini dipegang oleh Halim Jusuf yang notabene juga presiden komisaris (preskom) di Danatama.
Eksplorasi.id kemudian coba melihat struktur organisasi kedua perusahaan tersebut di masing-masing situs resmi perusahaan. Ternyata apa yang dikatakan sumber benar.
Selain Halim Jusuf yang menjabat sebagai komut di BULL, posisi jajaran komisaris lainnya dipegang oleh Adhi Utomo Jusman dan Hermawan Chandra (independen).
BULL saat ini dipimpin oleh Wong Kevin sebagai direktur utama, serta sejumlah direksi lainnya seperti Henrianto Kuswendi, Vicky Ganda Saputra, dan Rizal (tidak terafiliasi).
Sementara, susunan manajemen di Danatama adalah Halim Jusuf (preskom), Janeiry Louisa Tandean (komisaris), Nanny D Tirtawidjaja (presiden direktur), Henry Jusuf (direktur), Houston Jusuf (direktur), dan Sylvia Devita Tirtawidjaja (direktur).
Reporter: HYN