Eksplorasi.id – KPK telah menetapkan secara resmi Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) Sofyan Basir dalam kasus suap proyek PLTU Riau 1.
Sofyan Basir disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 91) ke-1 KUHP atau pasal 56 ayat (2) KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, Sofyan Basir diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah tersangka lainnya, Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham.
“Sofyan Basir diduga bersama-sama atau membantu Eni Maulani Saragih selaku anggota DPR RI dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Johanes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1,” kata dia di kantor KPK, Jakarta, Selasa (23/4).
Saut menambahkan, Sofyan Basir juga menyuruh salah satu direktur PLN saat itu untuk berhubungan dengan Eni Saragih dan Johanes Kotjo.
“SFB (Sofyan Basir) menyuruh salah satu direktur PLN untuk memonitor karena ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau 1,” ungkap dia.
Terpisah, Direktur Eksekutif Eksplorasi Institute Heriyono Nayottama menegaskan, pasca-Sofyan Basir ditetapkan sebagai tersangka baru, KPK harus menjelaskan kepada publik siapa direktur PLN saat itu yang disuruh Sofyan Basir untuk berhubungan dengan Eni Saragih dan Johanes Kotjo.
“Siapa direktur PLN yang dimaksud? Apalagi Sofyan Basir menyuruh dia untuk memonitor juga proyek PLTU Riau 1 yang dikeluhkan Johanes Kotjo karena terlalu lama penentuannya,” terang dia.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menambahkan, meskipun terlambat penetapan Sofyan Basir sebagai tersangka, namun publik harus mengapresiasi kinerja KPK dalam mengungkap kasus tersebut.
“Karena sudah hampir 10 bulan kenapa belum menetapkan tersangka dari pihak PLN, padahal bukti-buktinyanya sudah lebih dari cukup. Tidak tertutup kemungkinan dari pengembangan keterangan Sofyan Basyir bisa menyeret nama Nicke Widyawati dan Supangkat Iwan Santoso dalam konspirasi ini,” ungkap dia.
Saat proyek PLTU Riau 1 ditetapkan, Nicke Widyawati menjabat sebagai direktur Pengadaan Strategis 1 PLN, sementara Supangkat Iwan Santoso sebagai direktur Pengadaan Strategis 2 PLN.
“Proyek PLTU Riau 1 muncul diawali oleh perencaanaan yang saat itu di bawah kewenangan Nicke Widyawati, karena awalnya Blackgold Natural Resources Ltd berminat terhadap proyek PLTGU Jawa 3. Tapi oleh Sofyan Basir dikatakan sudah ada jagoannya, dan disarankan untuk ambil PLTU Riau 1,” ungkap Yusri
Bahkan, imbuh dia, sudah saatnya KPK mengungkap kasus lainnya dalam proyek pembangkit 35 ribu MW yang mungkin sama modusnya dengan kasus PLTU Riau 1, karena sudah menjadi rahasia umum.
Sekedar informasi, kasus ini bermula pada 2015 saat direktur PT Samantaka Batubara mengirimkan surat kepada PLN yang intinya memohon kepada PLN agar memasukkan proyek dimaksud ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN, namun tidak ada tanggapan positif.
Akhirnya, Johanes Kotjo sebagai pemegang saham Blackgold mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek PLTU Riau 1.
“Diduga telah terjadi beberapa kali pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yakni SBF, Eni Saragih, Johanes Kotjo untuk membahas PLTU,” kata Saut Situmorang.
Pada 2016, meskipun belum terbit Perpres No 4/2016 tentang Percepatan Pembangunan Insfrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PLN menyelenggarakan pembangunan infrastruktur kelistikan.
Pada pertemuan tersebut diduga Sofyan Basir telah menunjuk Johanes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau 1 karena untuk PLTGU Jawa 3 sudah penuh dan sudah ada kandidatnya.
Kemudian, PLTU Riau 1 dengan kapasitas 2×300 MW masuk ke dalam RUPTL PLN. Johanes Kotjo meminta anak buahnya untuk bersiap karena sudah dipastikan PLTU Riau 1 milik Samantaka.
Setelah itu diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu direktur PLN agar kontrak jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) antara PLN dengan Blackgold dan China Huadian Engineering Company (CHEC) Ltd segera direalisasikan.
Hingga Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yakni Sofyan Basir, Eni Saragih, Johanes Kotjo serta pihak lain disejumlah tempat, seperti di hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Sofyan Basir.
Reporter: Sam